Jadi itu alasan kenapa ayahnya menemui bosnya hari ini? Pikir Karina begitu ibunya selesai bercerita. Jika saja Dokter Brian tidak menyentuh bahunya seolah-olah ingin menguatkan, Karina tak akan percaya dengan pengakuan ibunya dan menganggap semua itu hanya mimpi. Ibu yang selalu sempurna di matanya. Lemah lembut, baik, dan selalu mencintai ayahnya. Namun, sosok ibu yang sempurna itu hilang ditelan kenyataan. Siapa yang menyangka bahwa perempuan yang selalu dijadikan panutan itu adalah perusak rumah tangga orang. Merebut suami wanita lain. Dan sebagai balasan, Karina-lah yang kena karma. Karena perbuatan tercela ibunya, dia dikhianati suaminya selama bertahun-tahun dan kini pernikahan mereka ada di ambang perceraian.
"Mungkin karena inilah aku tak terlalu membenci Irene. Karena jauh di dasar alam bawah sadarku, mungkin aku tahu bahwa wanita itu tak bersalah," cibir Karina dengan mata yang enggan menatap ibunya. Rasanya dia bisa membayangkan bagaimana rasa sakit istri kedua suaminya. Ditelantarkan oleh ayahnya karena ayahnya lebih memilih perempun lain, ditinggal mati satu-satunya orang yang mencintainya, tinggal di panti asuhan, dan yang lebih memilukan lagi dia harus bersahabat dengan dendamnya sepanjang hidupnya.
Rosmia tak menjawab. Bibirnya kelu. Lidahnya kaku. Dan apa perkataan putrinya memang benar. Irene tak bersalah, dialah yang bersalah. Irene hanyalah korban dari keegoisannya karena mencintai pria beristri. Akan tetapi Rosmia tak pernah menyesali perbuatannya. Seandainya pun waktu dapat diputar kembali dia akan tetap mencintai Santoso. Dengan begitu ia akan melahirkan putri cantik seperti Karina dan cucu yang ganteng, lucu, dan cerdas seperti Bagas.
"Sekarang apa yang akan Mama lakukan?"
Pertanyaan Karina terdengar dingin sekaligus getir. Dia tak ingin menghakimi orangtuanya, tetapi di sisi lain dia kecewa terhadap ibunya. Mengapa harus merebut suami orang lain? Habiskah perjaka di dunia ini? Tetapi sedetik kemudian dia menyadari sesuatu. Jika saja ayah dan ibunya tak pernah berselingkuh, adakah seorang Karina hari ini? Ah! Cinta adalah ciptaan Tuhan yang paling rumit! Pikir Karin kesal sekaligus takjub.
"Papamu ingin membagi warisan. Untukmu dan juga Irene."
"Mama tak keberatan?"
"Tidak. Tetapi Irene tak mau menerimanya."
Karina menyunggingkan senyum yang terkesan melecehkan. "Kalau aku jadi dia, untuk apa menerima uang dari ayah yang telah menelantarkanku? Dia sudah punya segalanya. Harta Papa gak ada artinya."
"Kalau kamu jadi dia, kamu juga tak akan memaafkan papamu yang sedang sekarat?"
Karina tak pernah menyangka ibunya akan bertanya seperti itu dan sekarang dia juga tak bisa menjawab. Luka yang ditancapkan oleh ayah ibunya terhadap Irene terlalu dalam. Jika selama puluhan tahun saja dia mengingatnya, maka tak akan mudah juga memaafkannya.
***
Ternyata hari ini Santoso tak hanya memberikan satu kejutan kepada putrinya, Irene. Melainkan dua kejutan sekaligus! Rupanya sebelum mendatangi Irene ke kantornya, lelaki itu lebih dulu menemui Adam untuk menceritakan kenyataan yang selama ini dia tutupi. Dan ketika Irene telah sampai di rumahnya malam itu, ia disambut tatapan Adam yang dingin, sikap yang seolah-olah merasa risih karena telah dimanfaatkan sekaligus kecewa. Lelaki itu tidak menyangka bahwa selama ini istri keduanya itu berdusta. Membonginya. Dan memanfaatkan dirinya sebagai alat pembalasan dendam.
"Betul apa yang telah dikatakan ayahmu?" Suara Adam mampu membuat Irene bergidik ngeri. Sungguh tawar suara lelaki itu.
"Ayah ibuku sudah lama meninggal. Bagaimana dia bisa bicara denganmu?"
"Jangan lagi berbohong padaku, Ir. Aku sudah tahu semua. Kau mendekatiku untuk memanfaatkanku, kan?"
Irene meletakkan tasnya di atas meja kemudian duduk di tepi ranjang, di samping Adam yang sejak tadi menunggu kedatangannya.
"Kau menjadikanku alat balas dendam kepada ayah yang telah mengkhianati ibumu?"
Bibir Irene tersungging. Kini dia mengerti apa yang ingin dibicarakan suaminya. "Rupanya dia memberiku banyak kejutan hari ini."
"Katakan terus terang, Ir."
"Semua yang dia katakan padamu benar," kata Irene terus terang. Tanpa penyangkalan. Tanpa penyesalan. Dan ketika melihat tubuh suaminya neninggalkan kamar, barulah dia menyesal. Seharusnya ada hal yang dikatakan pada Adam. Cintanya, kasihnya, semua bukanlah kebohongan. Namun, semua itu sudah terlambat. Sejak hari itu ia tak pernah lagi melihat Adam. Bahkan ketika ayah mertuanya meninggal pun Adam tak pernah datang, tetapi pria itu rupanya telah menemui Karina sebelumnya. Dia memutuskan untuk menandatangani surat perceraian.
"Terima kasih telah datang, Ir," kata Rosmia dengan wajah lelah dan mata memerah. Akhirnya pemakaman suaminya selesai juga, tetapi sayang banyak hal mengganjal di hati Santoso sampai ketika ajal menjemputnya.
"Tidak perlu," kata Irene dengan nada yang tegas, datar, seperti biasa. Dibetulkannya kacamata hitam yang bertengger di hidungnya yang bangir. "Aku datang untuk memastikan bahwa dia sudah mati untuk menemani ibuku. Pada akhirnya lelaki itu lebih memilih istri pertamanya daripada perempuan sepertimu."
"Sarkas seperti biasa!" Karina memegangi bahu ibunya yang gemetar menahan tangis. "Kalau sudah memastikan bahwa papa sudah mati, cepatlah pergi."
Bibir Irene menyunggingkan senyuman kemudian berbalik, tetapi apa yang tersembunyi di balik kacamatanya, hanya dia yang tahu.
0 Comments