Bab. 91
Perubahan sikap Arga.
Bening tampak mondar mandir di dalam kamarnya dengan meremas tangannya sendiri. Bahkan gadis itu tak berhenti memandang ke arah luar dari jendela kamarnya yang berada di lantai atas. Ia telah menanti kedatangan sang suami yang telah berjanji segera pulang untuknya.
Detik demi detik terus berputar. Namun orang yang ditunggunya tak jua menampakkan batang hidung. Setiap ada suara mobil yang datang Bening langsung berlari ke arah jendela untuk memastikan yang datang itu suaminya atau bukan.
"Kemana dia? Katanya tidak akan lama, tapi kenapa sampai sekarang belum datang juga!" desahnya kecewa setelah lagi-lagi mobil yang masuk ke dalam pelataran kediaman keluarga Ramiro bukan milik suaminya.
Bening menguap lebar, matanya berair karena sudah terlalu lama menahan kantuknya. Gadis itu tidak ingin melewatkan kedatangan sang suami nantinya, itulah janjinya dalam hati.
Namun apalah daya, matanya sudah tidak dapat lagi diajak kompromi karena secara perlahan kelopak mata itu tertutup dengan sendirinya dan tertidur di atas sofa.
Tik ... tik ... tik!
Waktu bergulir dengan begitu cepat, tak terasa jarum jam di dinding sudah menujukkan pukul 02.00 dini hari.
Bening terjaga dari tidurnya karena mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi.
"Hoamm ... astagfirrullah haladzim. Ternyata aku ketiduran di sofa sampai tidak tahu suamiku pulang. Tapi kenapa malam sekali pulangnya?" monolognya sebelum kemudian beranjak berdiri menuju walk in closet bermaksud mengambil baju ganti untuk sang suami.
Setelah memilih satu piyama dari sekian banyak koleksi piyama tidur yang dimiliki suaminya. Bening pun meletakkan piyama berwarna biru tua yang telah menjadi pilihannya ke atas ranjang agar sang suami bisa segera berganti pakaian jika sudah keluar dari kamar mandi nanti.
Ceklekk-
Bening mengalihkan pandangannya ke arah pintu yang baru saja terbuka dengan mengurai senyum manisnya untuk menyambut sang suami.
"Selamat malam suamiku, kenapa pulangnya malam sekali? Bukan kah kau sudah berjanji kepadaku akan pulang cepat hari ini?!" tanya Bening dengan manjanya.
Namun perkataan Bening itu sama sekali tidak dipedulikan oleh Arga. Pria itu berlalu pergi begitu saja setelah mengganti pakaiannya. Tanpa berkata sepatah kata pun Arga keluar dari kamar meninggalkan Bening sendirian yang masih terpaku dengan raut wajah kebingungan atas sikap suaminya tersebut.
Saat Arga akan meraih gagang pintu di depannya, Bening langsung refleks bertanya. "Kau mau pergi ke mana? Ini sudah hampir pagi. Kenapa tidak istitahat saja?!" tanya Bening saat mode cerewetnya sedang aktif.
"Bukan urusanmu!"
Brakk-
Suara pintu ditutup dengan sangat keras mengiringi kepergian Arga dari kamar.
"Ada apa dengan pria itu? Kenapa sikapnya mudah sekali berubah-ubah? Dasar menyebalkan!" gumam Bening setelah kepergian suaminya itu.
Sementara di dalam ruang kerjanya. Arga masih terngiang-ngiang kemesraan antara Papinya dengan Sandra, ibu dari istrinya. Kenyataan itu benar-benar membuat Arga muak.
"Ahhgg ... sial ... brengsek sekali pria itu!" umpatnya sembari menendang meja yang ada di hadapannya hingga terguling ke depan. Dan membuat semua benda yang berada di atasnya berceceran ke mana-mana.
Arga tampak menjambak rambutnya sendiri karena frustasi. Di saat bunga cinta di hatinya bersemi dan mulai mekar kenapa ia harus menghadapi kenyataan serumit ini.
"Apa Ibu dan anak itu sudah merencanakan ini sejak awal? Ya, mereka pasti sudah lama membuat skenario kampungan seperti ini. Cih, dasar licik!" Berbagai pikiran negatif mulai bersarang di dalam otak Arga. Ia menuduh Bening dengan tuduhan yang sama sekali tidak mendasar.
"Awas saja kau Bening jika sampai aku bisa membuktikan persekongkolan bodohmu ini dengan wanita itu!" desis Arga tajam.
"Aku bersumpah akan menghancurkan siapa pun yang berani mengusik ketenangan keluargaku!" janjinya seraya mengepalkan kedua tangannya hingga buku jarinya memutih.
Arga melangkah menuju lemari kaca di mana koleksi berbagai macam birnya berada. Tangan pria itu terulur mengambil salah satu botol yang berisi wiski dan menenggaknya langsung setelah membuka tutup botolnya.
Prank-
Arga melempar botol kosong di tangannya setelah ia berhasil menandaskan isinya. Kegiatan itu ia lakukan berulang-ulang hingga ia kehilangan kesadarannya. Dan tertidur di atas sofa dengan keadaan yang sangat berantakan.
Bekas pecahan kaca berceceran di mana-mana. Ruang kerja yang biasa tampak rapi kini tak ubahnya seperti kapal pecah yang baru saja dihantam topan.
Waktu terus bergulir maju hingga sang mentari menunjukkan sinarnya. Perlahan kelopak mata Bening mengerjap menyesuaikan cahaya yang terasa silau di matanya.
Gadis itu meraba sisi sebelah kanannya yang terasa dingin. Itu menandakan Arga tidak kembali ke kamar semalam.
"Dia tidur di mana? Apa mungkin di dalam ruang kerjanya. Apa semua orang kaya akan bekerja, sama seperti yang dilakukan oleh suamiku?!"
Tidak ingin terlalu larut dalam pikirannya Bening memutuskan untuk menuju kamar mandi dan segera membersihkan dirinya.
Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mandi dan berganti pakaian. Karena kini Bening sudah berjalan menuruni anak tangga menuju ruang makan untuk sarapan.
Gadis itu terlihat menoleh ke kanan dan ke kiri. "Ke mana semua orang? Rumah segini besar tapi tidak ada seorang pun yang terlihat sedari tadi!" Maksud Bening adalah penghuni rumah ini yang sama sekali tidak menampakkan dirinya, hanya ada beberapa pelayan yang sedang melakukan tugasnya.
"Selamat pagi Nona!" sapa kepala pelayan saat melihat Bening datang ke ruang makan.
"Selamat pagi Bi Fatma!" jawab Bening setelah mendudukkan dirinya di salah satu kursi. "Di mana semua orang Bi. Kenapa tidak sarapan bersama?!" tanya Bening kemudian.
"Sepertinya hari ini anda harus sarapan sendirian Nona. Karena Tuan sepuh masih belum pulang dari Singapura, Tuan dan Nyonya besar semalam tidak pulang ke rumah, sedangkan Tuan muda masih belum keluar dari ruang kerjanya!" jelas Fatma.
"Apa Papi dan Mommy pergi bersama Bi?"
"Tidak Nona, karena Nyonya besar sedang berlibur di California sedangkan Tuan besar pasti menginap di apartemen-nya."
'Apartemen? Rumah sebesar ini apa masih kurang? Orang kaya aneh-aneh saja kelakuannya!'
"Bibi mau nemenin Bening makan di sini 'kan?!"
"Tentu Nona, silahkan!"
"Bukan seperti itu Bi. Maksud Bening, Bi Fatma juga sarapan di sini semeja sama Bening. Nggak ada orang ini, mau ya Bi?!" bujuk Bening.
"Maaf Nona tidak bisa. Tidak ada pelayan yang boleh makan semeja dengan majikan Nona."
"Tapi sekarang boleh kok Bi, mau ya Bi!" mohon Bening.
"Maaf Nona!"
"Yahh ... makan sendirian mana asik. Makanannya terasa hambar di lidah," keluh Bening.
"Saya akan menemani Nona sampai Nona selesai sarapan!" tukas wanita setengah baya tersebut.
Akhirnya Bening mengalah, ia terpaksa memakan sarapannya seorang diri. Karena percuma saja ia memaksa toh usahanya tidak akan berhasil melihat keteguhan pendirian wanita yang masih betah berdiri tak jauh darinya itu.
"Bi, tolong siapin makanan untuk Tuan muda. Biar Bening yang mengantarnya sendiri ke ruang kerja Tuan muda," titahnya setelah menyelesaikan sarapannya.
"Baik Nona!"
Setelah menunggu beberapa saat akhirnya makanan sehat untuk Arga sudah selesai disiapkan.
Dengan hati-hati Bening membawa nampan di tangan-nya menuju lantai atas di mana ruang kerja suaminya itu berada, setelah Bi Fatma mengatakan dengan jelas di mana letak persisnya. Maklum saja rumah ini begitu luas, banyak sekali ruangan yang membuat Bening pusing karena tidak tahu tempat itu digunakan untuk apa.
"Ini dia tempatnya!" girang Bening.
Setelah memastikan ia berdiri di depan pintu ruangan yang tepat, sesuai instruksi yang diberikan oleh Bi Fatma tadi. Bening mengulurkan tangannya untuk mengetuk pintu bercat hitam di depannya. Namun tidak ada sautan dari dalam sana setelah ia berkali-kali mengetuk.
Karena tidak ada jawaban, Bening memutuskan untuk mendorong pintu yang kebetulan tidak dikunci itu.
Kriett-
Bening melongokkan kepalanya melihat situasi di dalam. Namun gadis itu langsung membulatkan matanya lebar melihat kondisi ruangan yang seperti habis diterjang tsunami.
"Astaga pria itu jorok sekali!" monolognya setelah berhasil masuk ke dalam.
Kemudian ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan sang suami. "Itu dia!" Saat matanya menangkap sosok yang masih terlelap di atas sofa.
Bening meletakkan nampan yang dibawanya ke atas nakas sebelum melangkah mendekat ke arah sofa. Bau alkohol begitu menyengat di indera penciumannya.
"Astaga mau busuk apa ini?!" ucap Bening sembari mengibas-ibaskan tangannya di depan hidung.
"Tuhan ... mulutnya bau sekali!" keluh Bening setelah mendekat ke arah pria yang ingin dibangunkannya itu.
Sembari menutup hidungnya dengan sebelah tangan. Bening menepuk pelan pipi Arga dengan sebelah tangan lainnya. "Arga bangun! Aku membawakan sarapan untukmu!"
Pukk ... pukk ... pukk!
"Arga bangun!"
Namun pria itu hanya menggeliat dalam tidurnya sama sekali tidak terganggu dengan tepukan yang diberikan Bening. Sebelum kemudian Bening menarik kuat telinga pria itu agar segera bangun.
"Bangunnn ...!"
Tentu saja hal itu membuat Arga berjingkat kaget sekaligus kesakitan. Wajahnya memerah penuh amarah. Apalagi saat ia melihat Bening di hadapannya ia kembali teringat adegan mesra Papi dan Sandra waktu itu. Hingga-
"Apa yang kau lakukan bodoh?!"
"Ampun ... ahhhh!" pekik kesakitan Bening karena Arga menarik rambutnya kuat.
"Beraninya kau datang kemari dan mengganggu tidurku. Apa kau sudah bosan hidup, hah?!" desis Arga sarat akan ancaman dengan tangan yang semakin kuat menarik rambut Bening hingga gadis itu meringis kesakitan.
"Maaf ... maafkan aku, aku tidak sengaja. Maaf- " lirih Bening sembari terisak karena menahan sakit di kepalanya.
"Karena kau sudah datang sendiri ke sini. Maka jangan salahkan aku jika menyiksamu!"
Arga mendorong Bening hingga terjatuh ke lantai yang dipenuhi oleh pecahan beling hingga membuat beberapa anggota tubuh gadis itu terluka dan mengeluarkan darah.
Namun hal itu tidak membuat Arga merasa iba. Bahkan ia makin semangat untuk menyiksa istrinya itu.
Bening kembali melihat wajah bengis dan menyeramkan Arga seperti dulu. Bahkan lebih dari yang pernah ia lihat sebelumnya.
Apakah kali ini dia akan hancur di tangan suaminya sendiri? Kenapa tiba-tiba suaminya bisa berubah secepat itu? Di saat hubungan mereka sudah bisa dikatakan membaik!
0 Comments