Bab. 100
Pengakuan Juwita.
Siang ini adalah waktu yang telah ditentukan oleh Juwita untuk pertemuannya dengan Sandra.
Sedari pagi Juwita sudah harap-harap cemas menantikan datangnya saat ini. Wanita seksi itu sudah belajar untuk merangkai kata seindah mungkin agar Sandra tidak terlalu terkejut dengan pengakuannya nanti. Apalagi sampai membuat sahabat baiknya itu marah dan kecewa kepadanya. Sungguh Juwita tidak bisa membayangkannya.
Juwita sudah datang ke tempat yang telah mereka sepakati 20 menit lebih awal agar ia lebih bisa mempersiapkan diri dan juga mental untuk menghadapi Sandra. Karena Juwita tahu Sandra pasti akan marah kepadanya. Tapi itu adalah hal yang wajar ditunjukan oleh seorang Ibu jika menyangkut anaknya. Meskipun bisa dibilang hubungan Ibu dan anak itu tidak harmonis. Namun ikatan darah mereka tidak mungkin bisa dipungkiri. Karena darah lebih kental dari pada air.
"Ya Tuhan apa yang harus aku katakan kepada Sandra nanti?!"
Juwita tampak duduk gelisah menunggu kedatangan Sandra. Wanita seksi itu meremas tangannya sendiri dengan sesekali meneguk air yang telah dipesannya dari pelayan tadi.
"Semoga Sandra bisa memaafkan segala kesalahanku," ucap Juwita dengan harap-harap cemas.
"Tapi bagaimana jika Sandra tidak mau memaafkan aku karena dia sudah terlanjur kecewa. Ya Tuhan aku harus bagaimana?!" Juwita kembali meneguk air dari dalam gelas miliknya berusaha untuk mengurai ketegangan.
Berkali - kali Juwita melihat jarum jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Memastikan waktu pertemuan mereka akan tiba sebentar lagi. Mungkin juga Sandra telah berada di dalam perjalanan menuju ke sini. Juwita sungguh tidak bisa menebaknya karena saat ini pikirannya buntu tak bisa digunakan untuk berpikir apa-apa.
"Kenapa lama sekali?!" monolog Juwita karena waktu sudah semakin beranjak siang tapi Sandra belum juga menampakkan dirinya.
Sedangkan di tempat lain Sandra baru selesai merawat Papanya dan baru saja menyuapinya makan. Setelah berpamitan kepada Papa dan Mamanya Sandra pun bergegas bersiap-siap untuk pergi menemui Juwita.
"Ya telat, semoga Wita nggak marah karena aku ngaret!" gumamnya dengan terus melihat arloji yang dipakainya.
Karena terlalu terburu-buru dan tidak melihat ke depan Sandra pun menabrak seseorang yang tak lain adalah Adam.
Brugh-
"Abang Adam ...?!" pekik Sandra kaget.
"Kamu kenapa sih dek, jalan cepet-cepet kayak gitu?!" tanya Adam yang baru saja turun mobilnya.
"Sandra telat Bang!"
"Memang kamu mau ke mana?!"
"Ketemuan sama Wita!"
"Di mana ketemuannya?!"
"Di cafe XX!"
"Bareng Abang aja, kebetulan kita searah. Tapi tunggu sebentar, abang mau ambil berkas abang yang ketinggalan!" ucap pria dewasa itu sebelum masuk ke dalam rumah untuk mengambil barangnya yang tertinggal.
"Oke ...!"
Mobil yang dikendarai Adam telah membelah kepadatan jalan. Karena ingin mengurai keheningan Sandra pun memulai percakapan di dalam mobil yang terasa sunyi itu.
"Bang ...!" panggil Sandra.
"Hemmm ...!" gumam Adam merespon panggilan Sandra meskipun ia tetap fokus pada jalanan di depannya.
"Sandra boleh tanya sesuatu nggak?!"
"Apa ...?!"
"Kenapa abang belum mau menikah sampai sekarang?!"
"Perlu abang jawab?!"
"Ya iya lah harus dijawab. Jangan bikin orang penasaran!"
"Hem ... belum nemu yang cocok!"
"Astaga kita ini udah nggak muda lagi loh bang. Abang nggak ada keinginan apa untuk berumah tangga? Lagi pula ke mana kekasih abang yang dulu katanya anak orang kaya itu. Kenapa nggak sama dia aja, kalian putus?!"
"Hemm ... kamu itu ngeledek atau gimana sih dek? Bukannya kamu tahu hancurnya abang waktu di tinggal nikah sama mantan abang dulu!"
"Eh iya, kalo nggak salah dia ninggalin abang karena mau nikah sama orang yang jauh lebih kaya dari dia."
"Nah itu kamu inget!"
"Tapi perempuan kan bukan hanya dia saja bang. Masih banyak perempuan lain di luar sana yang pasti mau sama abang. Abangnya saja yang nggak mau move on!"
Mendengar ucapan yang keluar dari bibir Sandra membuat Adam jadi gemas sendiri sehingga membuatnya mengacak-acak rambut Sandra. Kebiasaan yang dulu sering ia lakukan kepada adik tirinya itu.
"Nggak semuda itu dek," lirih Adam seakan suaranya tercekat menahan sesuatu. Yang membuat Sandra mengalihkan pandangannya kepada pria yang terlihat fokus mengemudi itu.
"Ada apa bang. Abang bisa cerita apapun sama Sandra!"
Adam terlihat menghela nafas panjang kemudian mengeluarkannya perlahan sebelum berkata-
"Abang pernah melakukan kesalahan yang sangat fatal. Dulu abang tidak berani menceritakan ini kepadamu karena abang menganggap kamu masih kecil. Tapi sekarang keadaannya sudah berbeda, jadi abang bisa menceritakannya kepadamu!"
"Sandra siap mendengarnya, Bang!"
"Abang pernah menjalin hubungan terlarang dengan mantan abang itu!"
"What ...! Jadi abang pernah berselingkuh dengan istri orang? Kapan bang?!"
"Dulu sekali dek, tapi abang menyesal sangat menyesal hingga abang trauma dengan sebuah pernikahan."
"Tapi bagaimana bisa abang melakukan hal sehina itu. Karena yang Sandra tahu abang bukan tipe orang seperti itu?!"
"Karena waktu itu abang masih sayang sama mantan abang, Dek. Jujur abang masih sangat mengharapkannya. Siapa sih yang tidak hancur ditinggal nikah pas lagi sayang-sayangnya. Kebetulan saat itu mantan abang datang dan mengatakan bahwa pernikahannya tidak bahagia karena dia disia-siakan oleh suaminya. Jadilah abang khilaf dek. Meskipun kejadian itu sudah lama terjadi, dan mantan abang sudah bahagia dengan suami dan anaknya, tapi abang masih merasa bersalah. Abang ingin minta maaf apalagi terhadap suaminya!" jelas Adam panjang lebar.
"Ya tapi kalo abang minta maafnya sekarang bukannya bikin keadaan makin runyam ya?!"
"Nah itu yang bikin abang serba salah. Tapi abang bisa sedikit lega karena udah bisa cerita sama kamu. Makasih ya dek udah mau jadi teman curhat abang!" ucap Adam.
"Iya bang sama-sama. Kayaknya sebentar lagi nyampek deh. Cafenya ada di sebelah hotel XX," jawab Sandra.
"Memangnya ada apa Wita ngajak kamu ketemuan di cafe. Kenapa nggak langsung ke rumah saja kayak dulu?!"
"Wita bilang ada yang ingin dibicarakan sama Sandra penting. Tapi sepenting apa Sandra juga nggak tahu!"
"Ya sudah kamu hati-hati. Mau abang jemput nggak pulangnya?!"
"Nggak usah deh bang. Memangnya abang nggak kerja?!"
"Abang lagi ngurusin proyek di lapangan dek. Jadi bisa leluasa pergi ke mana saja!"
"Itu sih namanya korupsi waktu bang!"
"He ... he ... iya juga ya!"
Mobil yang dikendarai Adam sudah berhenti tepat di depan cafe di mana Juwita telah menungguhnya.
"Sandra turun dulu ya bang. Makasih tumpangannya. Assalamualaikum!"
"Wa'alaikum salam!"
Sandra bergegas masuk ke dalam cafe setelah turun dari mobil Adam. Ekor mata Sandra menyapu setiap sudut cafe untuk mencari Juwita sahabatnya.
"San ...!" teriak Juwita memanggil namanya sekaligus dengan melambaikan tangan.
Melihat sahabatnya memilih tempat duduk paling pojok Sandra pun bergegas menghampirinya.
"Maaf telat. Tadi aku harus ngurusin Papa dulu soalnya," tutur Sandra menjelaskan perihal keterlambatannya.
"Iya tidak apa-apa, San. Aku ngerti kok! Kamu mau pesen apa biar aku pesenin sekalian?!" tanya Juwita.
"Kamu belum pesen, Ta?!"
"Belum, sengaja nunggu kamu!"
"Ya sudah samakan saja sama pesanan kamu!"
Juwita pun melambaikan tangannya untuk memanggil pelayan cafe.
"Iya Bu, mau pesan apa?!"
"2 jus belimbing, dua iga bakar madu dan 2 almond cake!"
"Sudah itu saja Bu, tidak ada tambahan lagi?!"
"Cukup itu saja!"
"Baik kami akan segera menyiapkan pesanan ibu, mohon ditunggu. Permisi!"
"Terima kasih!" ucap Sandra dan Juwita berbarengan.
Setelah kepergian pelayan cafe tersebut suasana berubah menjadi canggung karena Juwita yang terlihat salah tingkah.
"Kamu mau bicara apa, Ta?!"
"Ehm ... sebaiknya kita bicara setelah makan saja ya, San. Oh ya gimana caranya, kau bisa keluar dari cengkeraman pria itu? Aku juga ingin minta maaf padamu karena telah memuluskan rencana pria itu untuk menculikmu waktu itu. Maafkan aku Sandra aku terpaksa karena Tuan Jordan mengancam akan menghabisi keluargaku yang ada di luar kota. Aku takut sekali!"
"Aku sudah tahu, Ta. Karena aku sudah menduganya sejak awal."
"Kau sudah tahu?!"
"Iya, tapi aku memakluminya karena dia sudah berani menyeret keluargamu dalam masalah ini. Aku benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran pria itu. Seharusnya yang minta maaf itu aku, Ta. Karena diriku keluargamu jadi ikut terancam."
"Nggak papa kok, San. Ternyata itu hanya gertakan Tuan Jordan saja agar bisa membawamu pergi dari rumahku. Sepertinya beliau tidak suka melihatmu tinggal bersama kami yang pelacur ini."
"Tapi dia tidak ada hak apapun untuk mengatur hidupku!"
"Sepertinya beliau benar-benar sangat mencintaimu. Sekarang bagaimana kelanjutan hubungan kalian?!"
"Hubungan apa sih, Ta? Pantang bagiku untuk menjalin hubungan dengan pria beristri. Kalo aku ingin melakukannya, pasti sudah kulakukan sejak belasan tahun yang lalu."
"Kau memang wanita yang baik!"
"Berhenti memujiku seperti itu!"
Bersamaan dengan itu datanglah pelayan membawa makanan pesanan Juwita tadi. Dan segera menatanya di atas meja.
"Silahkan menikmati Bu," ucap pelayan cafe.
"Terima kasih!"
Di sela-sela makannya Sandra kembali bercerita-
"Tau nggak sih, Ta. Pria itu semakin aneh dengan berambisi untuk mencari anaknya-"
Mendengar ucapan Sandra tentang anak membuat Juwita tersedak makanannya sendiri.
"Uhuk ... uhuk ...!"
Juwita merasa makanannya tersangkut di tenggorokan yang membuatnya kesakitan. Sandra pun dengan cekatan menyodorkan air putih kepada sahabatnya itu.
"Minum dulu Ta. Gimana bisa sampai tersedak sih, makanya hati-hati kalo makan. Memang kamu kenapa sih?!" tanya Sandra sembari mengusap pelan punggung sahabatnya itu.
"Aku sudah tidak apa-apa, San. Terima kasih!"
Mereka pun kembali melanjutkan untuk memakan makanannya yang sempat tertunda tadi. Namun Juwita tidak bisa lagi membendung rasa penasarannya sehingga memutuskan untuk bertanya.
"San, apa Tuan Jordan sudah menemukan anak kalian itu?!"
"Pria bodoh itu mana bisa melakukannya. Yang lebih konyol lagi adalah dia membawa gadis asing kepadaku dan mengatakan itu adalah anak kami. Rasanya aku ingin tertawa sampai meledak. Kenapa bodoh sekali dia?!"
"Apa ...?! Bagaimana bisa. Dan siapa gadis yang dibawa Tuan Jordan itu?!" tanya Juwita dengan begitu antusias.
"Entahlah aku juga tidak memgenalnya tapi pria itu memanggilnya Sari!"
"Sari ...?!"
"Iya, entah dari mana pria itu bisa menyimpulkan bahwa gadis bernama Sari itu adalah anak kami!"
"San, ada yang ingin aku beritahukan kepadamu!" ucap Juwita dengan nada serius hingga Sandra menghentikan makannya.
"Mau bicara apa sih, Ta? Kelihatannya serius banget!" tanya Sandra saat melihat sahabatnya itu menatap lekat wajahnya.
"A-aku- sebelumnya aku ingin meminta maaf terlebih dulu padamu!" ucap Juwita yang membuat Sandra mengernyit tidak memgerti.
"Untuk ...?!"
"A-aku ingin membuat pengakuan kepadamu bahwa aku tahu di mana putrimu," ucap Juwita dengan berlinang air mata yang membuat Sandra semakin bingung dibuatnya.
"Kau tahu di mana putriku bagaimana bisa?!"
"Maafkan aku Sandra maafkan aku. Karena aku adalah orang yang telah menjual putrimu kepada keluarga kaya. Hiks ... hiks ... hiks ...!" tutur Juwita semakin tak bisa menahan laju air matanya.
"Apa ...?!"
"Iya Sandra, bukankah dulu aku pernah bercerita kepadamu telah menjual seorang gadis desa cantik tapi lugu kepada salah satu konglomerat di negeri ini. Ya, dialah Bening putrimu. Maafkan aku Sandra aku telah berdosa kepada kalian semua. Maafkan aku!"
Tubuh Sandra gemetar mendengar pengakuan sahabatnya itu sehingga ia menjatuhkan sendok di tangannya. Bibirnya tercekat tak bisa berkata apa-apa, hanya linangan air mata yang berhasil menerobos keluar membasahi pipinya.
"Wi-wita apa maksudmu?! Katakan jika ini tidak benar!" lirih Sandra dengan suara yang terdengar bergetar.
"Maafkan aku Sandra, maafkan aku!
"Siapa ...? Kepada siapa kau menjual putriku? Siapa namanya?!" sentak Sandra yang membuat pengunjung lain menoleh ke arahnya.
"Dia- dia adalah Nyonya Diana, istri dari Tuan Jordan!"
"Apa ...!" Sandra semakin membeku tak bisa berkata apa-apa lagi.
"Waktu itu Nyonya Diana datang kepadaku minta dicarikan gadis yang masih perawan untuk putranya. Kebetulan aku baru saja bertemu dengan Bening yang tidak sengaja tertabrak mobilku saat menghindari preman di jalanan. Dan aku pun menawarkan Bening kepada Nyonya Diana dan dia menyetujuinya. Dia membeli Bening hanya dalam jangka waktu satu tahun dan itu ada di dalam kertas perjanjian yang sudah aku tanda tangani. Hiks ... hiks ... hiks!"
"Untuk apa wanita itu membeli putriku hanya dalam kurun waktu setahun?!"
"Karena- ... karena Nyonya Diana ingin mencarikan seorang istri kontrak untuk putra tunggalnya, Arga!"
"Ja-jadi putriku Bening menikah dengan saudaranya sendiri. Begitu maksudmu?!" pekik Sandra yang hanya dijawab Juwita dengan menganggukkan kepala.
Dunia Sandra terasa hancur seketika, kebenaran yang ia dengar dari bibir Juwita bagai belati yang menusuk tepat di ulu hatinya. Sandra merasakan sakit yang teramat sangat. Bahkan melebihi sakit waktu Tuan Jordan menghancurkan hidupnya dulu.
'Kenapa ujian hidup ini tidak pernah berhenti Tuhan. Walaupun pernikahan mereka hanya sebatas pernikahan kontrak tapi itu tidak benar. Aku sudah tidak kuat lagi untuk menanggungnya!'
0 Comments