Bab. 77
Kebencian Sandra.
Sandra mengerjapkan mata perlahan menyesuaikan dengan cahaya yang ada. "Di mana aku?!"
Sekelebat ingatan beberapa waktu lalu saat mobilnya dihadang orang tak dikenal, hingga ia tak sadarkan diri.
Bola mata Sandra membeliak sempurna, hingga ia membekap mulutnya sendiri, tak percaya melihat keadaan kamar yang ia tempati saat ini.
"Ini kamar siapa? Kenapa begitu banyak fotoku di sini?!" monolognya seakan tak percaya dengan apa yang telah ia lihat.
Dengan kepala yang masih terasa berat, Sandra mencoba untuk bangkit dari tempat tidur. Melangkah mendekati sebuah figura berukuran besar yang menampilkan dirinya dengan senyuman manis. Kalau Sandra tidak salah ingat foto ini diambil belasan tahun lalu saat ia menghadiri pesta ulang tahun perusahaan Ramiro.
Tapi siapa yang meletakkan foto dirinya di tempat ini? Mungkinkah ia mengenali orang itu? Berbagai macam pertanyaan berkecamuk di dalam benak Sandra.
"Aneh, kenapa banyak sekali fotoku di sini. Bahkan dalam berbagai gaya dan ukuran. Apa selama ini ada yang mengagumiku secara diam-diam? Ataukah mungkin dia seorang psikopat?!"
Bulu kuduk Sandra merinding hanya untuk membayangkannya saja.
"Bahkan sekarang orang itu menculikku. Ah, Juwita! Aku harus menghubungi sahabatku itu. Dia pasti sangat cemas sekarang!" Sandra mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru ruangan untuk mencari tasnya karena semua barang-barang miliknya terdapat dalam tas itu termasuk ponselnya.
"Tapi di mana tasku? Bagaimana aku bisa menghubungi Juwita?!"
Di tengah kekalutannya suara serak seorang pria mengalihkan perhatian-nya.
"Apa kau mencari ini cantik?!"
Degh-
Suara itu, Sandra mengenali suara itu meskipun sudah bertahun-tahun lamanya ia tak mendengar suara itu lagi.
"Ka-kau ...?!"
Suara Sandra tercekat, jantungnya seakan jatuh ke dasar perut dan tubuhnya kaku tak bisa digerakkan setelah melihat siapa pria yang berdiri di ambang pintu.
"Mau apa kau?! Jangan mendekat, pergi!" teriaknya saat melihat pria itu berjalan mendekatinya.
"Aku hanya ingin mengembalikan ini padamu. Kau pasti ingin menghubungi sahabatmu, bukan?!" ucap pria tersebut sembari menunjukkan tas yang dipegangnya.
Tanpa babibu lagi Sandra segera menyambar tas yang ada di tangan pria itu.
"Wow ... sabar sayang! Kau agresif sekali!" goda pria itu.
"Jangan dekati aku bajingan!" hardik Sandra.
Ya, orang yang telah menculik Sandra adalah Tuan Jordan. Ia juga yang telah mengirimkan pesan berupa ancaman kepada Juwita agar memuluskan rencananya. Karena Tuan Jordan mengancam akan menghabisi seluruh keluarganya yang ada di kota lain jika Juwita menolak.
"Aku hanya ingin kita bicara. Apa kau tidak merindukan aku selama belasan tahun ini?" tanya Tuan Jordan dengan seulas senyum di bibirnya.
"Cuih, bahkan untuk mengingat namamu saja sudah membuatku jijik!" umpat Sandra namun sama sekali tidak membuat Tuan Jordan merasa tersinggung.
"Seharusnya waktu itu kau tidak pergi dariku. Taukah kau, bagaimana aku mencarimu selama ini?!" ucap Tuan Jordan kemudian.
"Aku tidak peduli dengan semua ocehanmu itu! Lagi pula aku tidak pernah menginginkan semua itu, seperti halnya aku tidak pernah menginginkan pertemuan kita dulu. Aku membencimu! Aku membencimu sampai ke urat nadiku. Kau adalah pria kejam yang tidak berperasaan! Brengsek! Bajingan!" maki Sandra.
Ini adalah kesempatan Sandra untuk menumpahkan segala beban di hatinya selama beberapa tahun, secara langsung di depan orang yang sudah menghancurkan masa depan dan hidupnya.
"Tidak kah kau tahu bagaimana menderitanya aku selama ini? Kau memberiku noda yang tak pernah bisa ku hapuskan!"
Sandra menangis, meraung, mencaci maki orang yang masih tetap berdiri tenang di hadapannya. Mungkin pria itu memberikan Sandra waktu untuk mengeluarkan segala uneg-unegnya.
"Apa salah ku sehingga kau mampu memberiku sakit seperih ini? Apa hah?!" bentak Sandra.
"Salahmu hanya satu, kau tidak mau bersamaku. Dan kau juga telah berani menolak cintaku!" jawab Tuan Jordan dengan pembawaan yang sangat tenang.
"Apa kau gila? Tidak sadarkah kau seorang pria beristri waktu itu?! Seburuk-buruknya diriku, aku tidak akan mau dan sudi untuk menjadi perusak rumah tangga orang! Kau pikir aku perempuan macam apa?! Aku bukan jalang yang rela melemparkan tubuhnya kepada suami orang hanya karena limpahan materi!" jawab Sandra dengan emosi yang meluap-luap.
"Itulah yang membuat kau berbeda dari wanita lainnya. Dan kau juga wanita yang bisa membuatku jatuh cinta. Hingga sampai saat ini!" tegas Tuan Jordan.
"Kau gila! Benar-benar tidak waras!"
"Ya itu benar. Dan kaulah yang turut andil membuat ketidakwarasanku itu!"
"Sudahlah aku tidak butuh omong kosongmu itu. Lepaskan aku sekarang juga dari tempat terkutuk ini! Dan juga buang semua foto-fotoku karena kau tidak berhak menyimpannya!" hardik Sandra.
"Kau tidak punya hak memgambil keputusan di sini, karena apartemen ini masih milikku! Tetapi mulai sekarang apartemen ini menjadi milikmu. Karena kau akan tinggal di sini mulai hari ini!"
"Cih, siapa kau berhak mengatur hidupku. Aku tidak sudi berada di tempat ini!"
"Jadi kau lebih suka tinggal dengan pelacur-pelacur itu?!" geram Tuan Jordan.
"Itu lebih baik dari pada tinggal bersama iblis sepertimu!"
"Tapi sayangnya kau tidak punya pilihan lain sekarang!"
"Dasar brengsek kau! Bajingan keparat!" maki Sandra karena sudah tidak bisa lagi membendung emosinya.
"Kau akan tetap tinggal di apartemen ini suka ataupun tidak!" putus Tuan Jordan.
"Kau ...!"
Ingin sekali rasanya Sandra membunuh pria ini, mencekiknya sampai mati hingga arwahnya bergentayangan.
"Ada yang ingin aku tanyakan kepadamu!" ucap Tuan Jordan membuyarkan lamunan Sandra.
"Di mana putri kita? Aku tahu kau mengandung anakku waktu itu. Maafkan aku jika terlambat mengetahuinya!" imbuh Tuan Jordan, tersirat penyesalan di setiap kata-katanya.
"Siapa yang kau bilang putrimu itu? Percaya diri sekali! Jangan pikir karena kau kaya dan memiliki segalanya, berhak mengklaim anak orang lain dengan sembarangan. Aku sudah pernah menikah, tentu saja itu anak suamiku!" ucap Sandra berusaha untuk menyangkal.
"Kau bisa menyangkalnya tapi sayangnya aku sudah mengetahui faktanya karena tidak sulit bagiku untuk mencari tahu tentang semuanya. Bahwa kau hamil sebelum menikah dengan Harun. Jadi aku yakin 100% anak itu milikku. Bahkan kau masih perawan saat malam panas kita waktu itu!"
"Kau bisa mengetahui apapun tapi kenapa kau tidak bisa mencari anak yang katanya putrimu itu? Di mana powermu sebagai sang penguasa. Oh ya jangan sampai kata-kata sombongmu tadi membuat dirimu malu!" ejek Sandra.
"Kau! Kenapa kau memusuhi putrimu sendiri? Bahkan kau tega mengusirnya dari rumah, kenapa?!" tanya Tuan Jordan, tersirat kekecewaan di sorot matanya.
"Menurutmu apa yang mampu membuatku membenci anak yang terlahir dari rahimku sendiri? Apa kau ingin tahu kenapa?!" teriak Sandra sebelum berusaha meredahkan emosinya dengan menghirup nafas pelan dan membuangnya. "Itu karena dirimu. Kau yang membuatku membenci putriku sendiri. Karena dengan melihat matanya aku pasti akan teringat perbuatan bejatmu!"
"Tapi itu tidak adil untuk putri kita!" lirih Tuan Jordan mulai melunak.
"Bahkan aku tidak pernah menginginkan kehadiran anak itu!" ujar Sandra pilu seakan ada yang mengiris hatinya saat mengucapkan kata itu.
"Kau tidak tahukan kehilangan apa saja yang ku alami setelah anak itu bersemayam di rahimku? Aku kehilangan masa depanku, dan terpaksa mengubur cita-citaku, menjauh dari pria yang aku cintai dan yang paling para adalah penolakan dari keluargaku sendiri. Hanya satu pilihan yang bisa aku ambil saat itu yaitu mati. Tetapi Tuhan tidak pernah menghendaki itu terjadi sehingga aku masih bisa hidup sampai saat ini meskipun pernah nyaris gila!"
Tubuh gagah Tuan Jordan bergetar mendengar cerita dari Sandra tadi. Ternyata perbuatannya di masa lalu begitu menorehkan luka yang dalam untuk wanita yang sudah mengisih hatinya itu. Kalau seandainya waktu bisa kembali ia ingin memperbaiki semuanya. Karena bukan hanya Sandra yang menjadi korban tapi juga putri mereka.
Bab. 78
Berkuda dan bermain golf.
Sudah 40 menit berlalu dari perdebatan antara dirinya dengan Tuan Jordan tadi. Tetapi Sandra masih betah berada di posisinya, duduk di lantai dengan memeluk lututnya sendiri sembari menangis.
Pemandangan itu sungguh mengiris hati Tuan Jordan, melihat wanita yang dicintainya menangis sungguh membuatnya tersiksa. Tidak ada percakapan lagi di antara mereka hanya keheningan dan suara isak tangis Sandra yang lebih mendominasi. Sebelum akhirnya Tuan Jordan membuka suara-
"Tetaplah di sini dengan nyaman, aku akan segera kembali!" pamitnya kemudian beranjak pergi setelah mengusap lembut pucuk kepala Sandra.
Setelah kepergian Tuan Jordan, ingatan Sandra kembali pada kejadian silam tentang perlakuan kasarnya terhadap putri kandungnya sendiri yang tak lain adalah Bening.
Apakah ada sekelumit penyesalan yang terbesit di dalam hati Sandra tentang perlakuannya kepada putrinya dulu?
Hati kecil Sandra tentu tak mengizinkan-nya untuk membenci anak yang terlahir dari rahimnya sendiri. Tapi rasa sakit saat mengingat Ayah kandung Bening membuatnya tega melakukan hal itu.
Tetapi sebagai seorang wanita yang telah mengandung Bening selama sembilan bulan lamanya, pasti Sandra memiliki sisi keibuan di dalam dirinya. Walaupun ia selalu memungkiri perasaan itu.
Sebenarnya Sandra juga ingin memeluk putri cantiknya itu ke dalam dekapannya tetapi lagi-lagi ia kalah dengan kebenciannya. Kebencian yang seharusnya tidak layak untuk Bening dapatkan karena di sini ia hanya korban dan tak bisa memilih dari rahim siapa ia akan dilahirkan.
*****
Akhir pekan ini Arga mengajak Bening ke Bogor untuk menemaninya olah raga berkuda. Salah satu jenis olah raga yang sangat digemarinya selain bermain golf dan berenang. Di sana juga Arga berniat untuk mengenalkan Bening kepada Zorro, kuda jantan yang baru dibelinya dari Belanda.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 3 jam lamanya mereka pun sampai di sebuah tempat pacuan kuda milik keluarga Ramiro. Bahkan terdapat pula lapangan golf di tempat itu. Sehingga Arga bisa menyalurkan hobinya dalam satu tempat.
Tempat ini sengaja di desain oleh sang Opa sendiri yaitu Tuan Syarief sebagai hadiah ulang tahun Arga yang ke 17. Di mana saat itu Arga sedang gencar-gencarnya dengan dua olah raga mahal tersebut.
Bahkan di umur 10 tahun Arga sudah menjadi amateur junior golfer dengan handicap single di bawah lima. Sungguh prestasi yang luar biasa.
"Woww ... pemandangannya indah sekali!" ucap Bening takjub saat melihat hamparan padang golf yang membentang seperti karpet hijau itu.
"Itu namanya lapangan golf. Dasar norak!" cibir Arga.
"Biarkan saja norak. Karena memang untuk pertama kalinya aku melihat pemandangan sebagus ini. Sebenarnya pemandangannya sih sama di kampungku juga bagus tapi karpetnya itu loh yang bikin wow! Bagaimana bisa karpet sebesar itu digelar di tempat ini. Kira-kira membutuhkan berapa karpet untuk membuat ini semua?!" tanya Bening sembari berpikir.
"Itu rumput bodoh! Bukan karpet. Begitu saja tidak tahu!"
"Apa! Rumput?! Tapi kenapa bagus sekali. Tidak seperti rumput ilalang yang ada di depan rumahku dulu!"
"Cih, rumput mahal dari jepang kau samakan dengan rumput ilalang, di mana otakmu itu?!"
"Di sini!" jawab Bening sambil menunjuk kepalanya sendiri.
Astaga kenapa ia bisa menikah dengan gadis bodoh dan kampungan ini sih? Dan jatuh cinta lagi! Eh- apa? Jatuh cinta. Arga segera mengenyahkan pikiran bodoh tersebut.
"Kita akan bermain golf nanti sore. Sekarang kita berkuda dulu. Aku akan mengenalkanmu dengan Zorro. Ayo!" ajak Arga.
Arga pun mengajak Bening masuk ke dalam kandang kuda-kuda kesayangannya. Termasuk kuda barunya yang bernama Zorro.
"Hai, Zorro. How are you, heh?!" sapa Arga kepada kudanya itu. Ia tampak memberikan usapan lembut kepada kuda kesayangannya.
"Selamat datang Tuan muda!" ucap salah satu pekerja di tempat itu yang ditugaskan khusus untuk menjaga dan merawat kuda-kuda Arga.
"Bagaimana keadaan kuda-kudaku? Dan Zorro tentunya?!" tanya Arga.
"Mereka semua sehat dan banyak makan Tuan. Dokter hewan juga sudah memeriksa kesehatan mereka secara rutin. Sedangkan Zorro sangat cepat beradaptasi di tempat barunya!" jelas si pekerja bernama Afan itu.
"Bagus, lanjutkan lagi pekerjaanmu!" tukas Arga.
"Baik Tuan muda, permisi!"
Afan pun pergi meninggalkan Arga dan Bening berdua di kandang Zorro.
"Kemarilah! Kenalkan dirimu kepada Zorro. Dia adalah kuda jantang paling tampan di sini!" ucap Arga kepada Bening yang sedari tadi diam saja.
"Hai, Zorro namamu tampan sekali seperti wajahmu! Eh tunggu bukannya wajah kuda semua sama ya?!" sapa Bening seraya mengusap lembut tubuh kuda jantan itu.
"Tentu saja berbeda karena Zorro yang paling tampan di sini!" saut Arga tak terima.
"Iya deh iya, terserah kau saja king raja sultan!" lirih Bening tetapi masih bisa didengar oleh Arga sehingga membuat pria itu melototkan matanya.
"Aku akan menunggangi dan melatih Zorro, kau mau ikut apa tidak?!" tawar Arga.
"Tidak tidak aku tunggu di sini saja. Aku tidak berani naik kuda!" putus Bening.
"Baiklah kau bisa menungguku di sana!" ucap Arga sembari menunjuk tempat istirahat yang berbentuk gazebo.
"Aku akan bersiap-siap dulu!"
Arga pun pergi mempersiapkan perlengkapan berkudanya dibantu oleh pekerja di sana.
Waktupun terus bergulir hingga Arga menyelesaikan kegiatan berkudanya.
"Bawa Zorro istirahat!" titahnya kepada Afan.
"Baik Tuan muda!" Afan pun membawa kembali Zorro untuk masuk ke dalam kandangnya.
"Kenapa lama sekali aku sudah bosan menunggumu hingga aku mengantuk!" protes Bening.
"Sudah jangan cerewet! Sekarang aku ingin bermain golf!"
'Apa aku tidak salah dengar? Bukankah dia baru saja berkuda dan sekarang ingin bermain golf? Astaga terbuat dari apa tenaga pria itu?!'
"Kenapa masih bengong di situ. Ayo!" sentak Arga.
"Iya iya!"
"Setelah mengganti pakaiannya agar terlihat kembali segar Arga pun mengajak Bening menaiki mobil golf untuk menuju hole #1 lapangan golf ini. Ditemani oleh dua orang caddie cantik.
Sementara Bening hanya diam mengikuti kemanapun suaminya itu membawanya.
Sesampainya di tee box #1 para caddie menyiapkan segala perlengkapan yang akan dipakai untuk bermain golf Arga seperti glove, bola golf, tee marker dan stick golf.
Setelah semua perlengkapan itu diberikan kepada Arga. Arga pun memulai ancang-ancang nya untuk segera melakukan tee off pertamanya.
Tee off pertama Arga mendapat score sempurna dengan nilai birdie. Karena hole pertama ini memiliki 5 par sehingga mudah bagi Arga untuk bisa mendapatkan nilai itu.
Sedangkan Bening yang tidak mengerti apa-apa hanya bisa diam dan terbengong jika melihat suaminya mendapat pujian dan tepuk tangan dari para caddie.
"Apa anda ingin mencobanya Nona?!" tanya salah satu caddie kepada Bening yang sedari tadi diam saja.
"Tidak usah aku tidak bisa!" tolak Bening.
"Kemarilah aku akan mengajarimu!" saut Arga.
"Tidak usah aku-"
"Jangan membantah!"
Bening pun akhirnya mengalah dan menuruti kemauan suaminya itu untuk mengajarinya bermain golf.
"Seharusnya kita belajar di driving range dulu sebelum terjun ke lapangan langsung!" ucap Arga.
"Lagian siapa juga yang mau belajar. Kau saja yang memaksaku!" jawab Bening.
Pertengkaran kecil ala-ala mereka membuat para caddie itu baper dan senyum-senyum sendiri.
"Buat dirimu berguna. Tidak ada salahnya mempelajari hal baru!"
Betul juga kata suaminya itu. Setidaknya itu bisa menambah pengetahuannya! Begitu pikirnya.
Satu per satu Arga mengenalkan beberapa alat yang digunakan untuk bermain golf. Seperti nama dan jenis-jenis stick, mulai dari driver wood hingga putter.
"Aku akan mengajarimu cara menggunakan putter di putting green!" ujar Arga.
"Oh lapangan berbentuk lingkaran yang ada lubangnya itu ya? Eh ada benderanya juga sih!" celetuk Bening.
"Iya itu namanya green, lubang itu namanya hole dan bendera itu namanya pin!"
"Kalo lubang berpasir itu namanya apa?!"
"Bungker!" jawab Arga singkat.
"Pasirnya putih kayak pasir pantai!"
"Itu memang pasir pantai!"
"Oh ...!"
*****
Sedangkan di kediaman Ramiro Sari yang sedang disibukkan dengan rutinitas pekerjaannya yaitu membersihkan ruang tamu. Pandangannya sesekali menoleh keluar karena menunggu kedatangan Bening kembali ke rumah ini.
"Kira-kira Nona pulang dari Bogor jam berapa ya? Aku ingin mengembalikan foto Ibunya yang aku temukan di bawah kursi. Karena kemarin aku lupa mengembalikannya akibat terlalu sibuk dengan pekerjaanku!"
Sari mengambil foto itu dari saku seragamnya dan memandangi wajah di foto tersebut dengan penuh kekaguman.
"Cantik sekali wajah Ibu Nona Bening sewaktu muda. Aku sampai tidak ingin berpaling darinya. Pantas saja Nona bisa secantik itu!" gumamnya.
Bersama itu pula Sari dikagetkan dengan kedatangan Tuan Jordan hingga membuatnya segera memasukkan foto tersebut ke dalam saku seragamnya kembali.
Namun naas foto tersebut jatuh ke lantai karena Sari panik dan terlalu terburu-buru. Tetapi ia tak menyadari foto tersebut terjatuh.
"Maaf Tuan saya akan segera kembali ke dapur!" ucapnya sopan kepada sang majikan.
"Hemm ...!"
Setelah kepergian Sari netra hitam Tuan Jordan tak sengaja menangkap sesuatu di lantai.
"Hey, barangmu jatuh!" ujar Tuan Jordan namun terlambat Sari sudah menghilang dari balik pintu.
Perlahan namun pasti Tuan Jordan mendekat lalu berjongkok untuk mengambil foto yang tergeletak dengan posisi terbalik itu kemudian melihatnya.
Degh-
"Sandra? Jika Sari pemilik foto ini, apa jangan-jangan dia?"
0 Comments