Bab. 74
Sebuah persahabatan.
"Cepat katakan padaku apa maksudmu tadi? Apakah waktu itu Sandra sempat hamil? Dan di mana anak itu berada sekarang?!" sentak Tuan Jordan penuh emosi karena Juwita tak jua membuka mulutnya.
"Maaf saya berhak untuk tidak menjawab pertanyaan anda itu. Permisi!" ucap Juwita sebelum berdiri dari duduknya.
Namun, baru saja Juwita akan beranjak dari tempat duduknya Tuan Jordan sudah terlebih dulu mencekal lengan tangannya.
"Katakan padaku atau-"
"Atau apa? Meskipun anda membunuh saya saat inipun saya tidak akan membuka suara. Karena saya tidak akan membiarkan sahabat terbaik saya jatuh ke dalam cengkeraman pria kejam seperti anda!" ucap Juwita menantang.
"Kau pasti akan sangat menyesali kata-katamu itu!" desis Tuan Jordan semakin menguatkan cengkeraman tangannya di lengan Juwita sehingga membuat wanita itu meringis kesakitan.
"Lakukan apapun yang anda inginkan. Tapi saya tidak akan membiarkan sahabat saya menderita lagi!" ucap Juwita bahkan matanya kini menatap tajam pria itu tanpa sedikitpun rasa takut.
Dengan sekali sentakan Tuan Jordan menghempaskan tubuh Juwita dari cengkraman-nya.
"Pergilah sebelum aku berbuat hal yang lebih jauh lagi kepadamu!" ujar Tuan Jordan dingin.
Tanpa banyak berkata-kata lagi Juwita bergegas meninggalkan tempat itu dengan memegangi lengannya yang terdapat bekas kemerahan akibat dari cengkeraman tangan Tuan Jordan tadi.
Setelah kepergian Juwita, Tuan Jordan langsung berteriak memanggil asisten pribadinya.
"John, aku mau kau mencaritahu informasi tentang putri Sandra sedetail mungkin. Dan cari tahu juga di mana keberadaannya sekarang!" titah Tuan Jordan.
"Baik Tuan!" jawab John sembari menundukkan kepalanya.
Setelah mendapat pengakuan dari Juwita tadi. Tuan Jordan langsung bisa menebak bahwa anak yang dikandung Sandra waktu itu adalah miliknya. Bodohnya dia kenapa baru menyadarinya sekarang.
Hal itu terjadi karena menurut informasi yang diberikan oleh orang kepercayaannya, Sandra telah menikah dengan orang lain sehingga Jordan mengirah Sandra mengandung anak dari suaminya tersebut.
"Aku harus bisa menemukan putriku!" gumamnya dengan tangan terkepal erat.
*****
Taksi yang mengantar Juwita pulang telah sampai di depan gerbang rumahnya. Setelah memberikan sejumlah uang kepada supir taksi Juwita pun membuka pintu dan segera turun. Hal itu tentu saja menjadi perhatian para penjaga di rumahnya.
Bagaimana bisa majikannya itu kembali dengan menggunakan taksi. Kenapa tidak dengan orang yang pergi bersamanya tadi. Tapi pertanyaan itu hanya ada di dalam pikiran mereka masing-masing saja karena tidak ada yang berani untuk bertanya. Biarlah itu menjadi urusan majikannya. Begitu pikir mereka.
"Selamat datang Mami!" sapa beberapa penjaga yang tengah berdiri di pos penjagaan.
Juwita membalas sapaan mereka hanya dengan melempar sebuah senyuman sebelum berjalan memasuki rumah.
Ceklek-
Pandangan pertama yang menyambutnya setelah pintu terbuka adalah sosok Sandra yang tengah mondar mandir di dalam ruang tamu menunggu kedatangan dirinya.
"Wita ...!" pekik Sandra saat mengetahui Juwita lah yang baru saja membuka pintu.
Sahabatnya itupun langsung menghamburkan pelukannya, seakan mereka baru saja terpisah lama.
"Dari mana saja kamu malam-malam begini. Kenapa tidak bilang dulu kepada ku? Apa kau tahu aku sangat mencemaskanmu? Dan siapa orang yang pergi bersamamu tadi?!" Sandra memberondong sahabatnya itu dengan begitu banyak pertanyaan hingga membuat Juwita kesulitan untuk menjawab yang mana dulu.
"Satu-satu dong San. Kalo pertanyaanmu seperti itu aku jawab yang mana dulu nih? Bingung dong akunya!" rengek Juwita.
"Huff ... baiklah! Maafkan aku, itu karena aku sangat mengkhawatirkanmu. Bahkan kau pergi tanpa pamit dulu kepadaku!" ucap Sandra.
"Maaf tadi aku buru-buru, San!" jawab Juwita beralasan.
"Buru-buru? Memangnya tadi kau pergi kemana?!" tanya Sandra kemudian.
Juwita bingung saat akan menjawab pertanyaan dari sahabatnya itu. Haruskan dia berterus terang saja kemana tadi dia pergi dan dengan siapa dia bertemu. Tapi apakah pengakuannya nanti tidak akan membuat sahabatnya itu terluka lagi.
"Kok malah bengong sih Ta? Tadi kau pergi kemana, kenapa nggak dijawab?!" tanya Sandra sekali lagi.
"Ee ... itu, aku tadi bertemu dengan seorang pelanggan!" ucap Juwita tergagap.
Hanya itu alasan yang ada di dalam otaknya saat ini. Semoga sahabatnya itu percaya dengan ucapannya.
"Pelanggan? Serius kamu? Tapi kenapa orang itu tidak mengantarkanmu kembali lagi ke rumah ini? Kau tadi pulang naik taksi 'kan, karena aku tidak mendengar suara mobil di depan!"
"I-itu karena pelangganku tadi adalah orang yang sangat sibuk jadi tidak bisa mengantarku sampai ke rumah!"
"Kau tidak bohong kan?!" tanya Sandra penuh curiga.
"Tentu saja tidak. Lagian buat apa sih aku bohongin kamu!" jawabnya tanpa mau memandang ke arah Sandra.
'Kenapa Juwita berbohong kepadaku jika orang itu adalah pelanggannya dan sejak kapan pula Juwita mau melayani pria hidung belang lagi. Bukankah dia sudah mengaku sendiri jika tidak mau menjadi pelacur lagi dalam beberapa tahun belakangan ini. Pasti ada yang telah disembunyikan-nya dariku.'
"Kamu nggak percaya ya sama aku?!" imbuhnya saat melihat keraguan di mata Sandra.
"Bukan begitu, tapi aku merasa aneh saja. Bukankah kau sendiri yang bilang padaku sudah berhenti melayani pelanggan karena tugas itu telah kau serahkan sepenuhnya kepada anak buahmu!" ungkap Sandra.
Pertanyaan Sandra itu semakin memojokkan Juwita sehingga ia tidak bisa berkelit lagi saat ini.
"Baiklah aku akan mengaku kepadamu tapi aku mohon kau harus tenang saat mendengar ceritaku!"
"Nggak usah berbelit-belit gitu dong Ta. Kamu bikin aku makin penasaran!"
"Sebenarnya yang datang menemuiku tadi adalah tangan kanan Tuan Jordan!"
"Apa! Kenapa bajingan itu menyuruh orangnya untuk datang kemari? Lalu apa yang pria itu inginkan darimu?!"
"Bukan aku San, tapi kamu! Awalnya orang suruhan tersebut membawa pesan untukmu, agar kau bersedia menemui Tuan Jordan. Tetapi akulah yang kemudian menawarkan diri untuk bertemu dengan Tuan Jordan menggantikan dirimu!" jelas Juwita.
"Kenapa kau lakukan ini Ta? Apa yang dilakukan bajingan itu? Apa bajingan itu telah menyakitimu?!" tanya Sandra dengan wajah panik.
"Sandra ... San! Tenang dulu, aku baik-baik saja jangan terlalu khawatir!" ucap Juwita menenangkan sahabatnya itu.
"Bagaimana aku bisa tenang jika mendengarmu menemui bajingan itu. Seharusnya kau tidak perlu berkorban sejauh ini untuk ku!" sesal Sandra.
"Aku sudah berbicara dengan Tuan Jordan, San. Aku memintanya untuk tidak mengganggumu lagi!"
"Seharusnya kau tidak melakukan hal itu, Ta. Pria iblis seperti dia tidak akan pernah mau mendengarkan orang lain!"
"Tapi aku lebih tidak rela lagi, kau hidup dalam bayang-bayang pria itu!"
Sandra pun tak kuasa untuk tidak memeluk sahabatnya itu. Ternyata sahabat itu rela melakukan apapun untuk dirinya, bahkan berkorban sekalipun. Itulah yang membuat Sandra sangat terharu dengan persahabatan mereka.
"Terima kasih Ta, terima kasih. Aku sangat berhutang budi padamu!"
"Sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Yang aku mau sekarang kau hidup lebih baik ke depannya!"
*****
Di kediaman Ramiro.
Suasana sibuk nampak terlihat di rumah megah dengan aktifitas para pekerjanya. Karena para pelayan harus segera penyelesaikan pekerjaannya sebelum mereka beristirahat. Pemadangan seperti ini sudah tidak asing lagi jika sudah menjelang malam.
Tak terkecuali Sari, gadis muda itu tampak tekun melakukan tugas terakhirnya sebelum kembali ke dalam kamar dan beristirahat.
Terdengar senandung lirih dari bibir gadis itu, sedangkan tangannya dengan lincah membersihkan meja makan bekas makan malam sang majikan.
"Belum selesai Sar?!" tanya salah satu teman seprofesinya yang juga seniornya.
"Sedikit lagi Mbak. Ini tinggal merapikan serbetnya," jawabnya.
"Perlu bantuan nggak nih?!" tanya temannya lagi.
"Nggak usah Mbak, makasih!"
"Ya sudah, kalo begitu aku tinggal ke belakang dulu ya Sar!"
"Silahkan Mbak. Selamat beristirahat!"
"Iya, kamu juga cepetan biar ikut nyusul istirahat!"
"Siap Mbak!"
Setelah obrolan singkat dengan teman seprofesinya tadi, Sari pun kembali menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. Namun pandangan matanya tak sengaja menangkap sesuatu yang tergeletak jatuh di bawah kursi.
Karena rasa penasarannya Sari pun mengulurkan tangannya untuk mengambil benda itu.
"Ini kan foto Ibunya Nona Bening. Kenapa bisa ada di sini? Ah, mungkin Nona tidak sengaja menjatuhkan-nya. Aku akan mengembalikannya kepada Nona Bening sekarang!"
Sari pun beranjak menuju ke kamar Bening untuk mengembalikan foto tersebut. Namun ia tiba-tiba menghentikan langkahnya dan berkata-
"Ini kan sudah malam. Nona pasti sudah beristirahat. Aku akan memberikan foto ini besok saja!"
Sari pun menyimpan foto itu ke dalam saku seragamnya.
0 Comments