Bab. 21
Tuan pemaksa dan Nona sombong.
Setelah kepergian Raka, pemuda itu termenung memikirkan setiap kata yang keluar dari bibir sahabat sekaligus asistennya tadi. Ia nampak menghela nafas dalam sebelum beranjak berdiri menuju kamar tamu, yang biasa ia tempati jika sedang menginap di apartemen milik sahabatnya ini.
Langkah kakinya membawa pemuda itu untuk memasuki kamar mandi. Ia butuh air dingin untuk menjernihkan pikirannya saat ini.
Tak menungguh waktu lama. Pemuda tampan nan gagah itu pun telah berdiri di bawah shower yang menggantung tinggi di atasnya. Derasnya air mengucur membasahi seluruh tubuhnya dari atas rambut hingga ujung kaki.
Cukup lama pemuda itu mengguyur kepalanya di bawah shower. Ia ingin mengenyahkan segala beban pikiran yang mengendap di otaknya. Mungkin kata-kata Raka tadi ada benarnya. Haruskah dia membuka hati dan pikirannya yang selama ini membeku, seperti yang dikatakan sahabatnya tadi.
Pemuda itu tampak meninju dinding kamar mandi dengan sangat keras. Berusaha meluapkan segala emosi dan amarah yang selama ini terpendam. Tidak ada rasa sakit sedikit pun yang ia rasakan, kecuali rasa sakit yang ada di hatinya.
"Gue benci semua ini. Gue benci mereka berdua," monolognya.
Ingin rasanya Arga menenggelamkan diri di dalam kamar mandi sepuas-puasnya. Akan tetapi janjinya kepada Raka tadi untuk segera menyusul ke kantor membuatnya mengurungkan niat itu.
Ia pun menyambar handuk dan bathrobe yang menggantung di dinding. Tangannya bergerak lincah mengeringkan rambut dengan handuk kecil berwarna putih.
Suara notif pesan masuk terdengar dari benda pipih miliknya yang tergeletak di atas nakas, tepat setelah ia keluar dari kamar mandi.
Perhatian pemuda itu pun beralih ke ponsel miliknya itu. Kemudian dengan cekatan ia membuka pesan yang ternyata dikirim oleh sahabat sekaligus asistennya, Raka.
"Bos baju ganti loe udah diatar ke apartemen. Sebentar lagi mungkin orangnya sampai."
"Oke, thanks"
Setelah membalas pesan Raka tadi, pemuda itu pun meletakkan kembali ponselnya di atas nakas. Tak lama setelah itu, terdengar suara bell apartemen berbunyi, yang menandakan bahwa ada tamu yang datang.
Arga pun bergegas membuka pintu guna melihat siapa yang datang.
"Tuan muda saya kemari diutus Pak Raka untuk mengantarkan baju anda," ucap laki-laki itu sembari menyerahkan setelan jas yang terbungkus plastik kepada Arga.
"Iya, terima kasih," ucap pemuda itu datar.
Laki-laki itu nampak terdiam kaku mendengar jawaban Arga tadi. Apa?! Terima kasih, apa aku tidak salah dengar tadi. Tidak biasanya Tuan muda mau mengucapkan kata terima kasih. Batin orang itu.
Ya, memang selama ini Arga selalu bersikap dingin dan arogan di depan semua orang. Ia tidak pernah mengucapkan terima kasih kepada siapa pun sebelumnya.
"Apalagi yang kau tunggu?!" Suara berat Arga mengagetkan laki-laki itu dari lamunan-nya.
"Ti-tidak Tuan muda, tidak ada. Saya permisi dulu." Laki-laki itu menunduk sopan sebelum meninggalkan apartemen Raka.
Pintu ditutup kembali setelah laki-laki suruhan Raka tadi sudah pergi. Arga kembali masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian.
Setelan itu begitu pas di badan tegap Arga. Ia tampak terlihat begitu sempurna saat mengenakannya.
Tidak ada satu pun wanita di dunia ini yang mampu menolak pesona seorang Jaasir Arga Ramiro, pria kaya raya pewaris tunggal Ramiro group.
Karena perut yang dirasa keroncongan, pemuda itu pun mendekati meja makan, guna melihat sajian apa yang sudah disiapkan oleh Raka tadi.
Di atas meja sudah tersedia beberapa makanan yang biasa dikonsumsi Arga di pagi hari. Atau sarapan wajib untuk Arga seperti oatmeal, telur rebus, toast dan susu.
Pemuda itu pun menyelesaikan sarapannya, sebelum berangkat ke kantor.
*****
Detik waktu telah menunjukkan pukul 7 malam saat Bening baru saja menyelesaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Tangan gadis itu begitu terampil melipat mukena dan juga sajadah yang baru saja ia gunakan.
Bersamaan dengan itu terdengar suara pintu dibuka dari luar hingga menyita perhatian gadis itu untuk segera menoleh ke arahnya.
Muncullah sosok gagah dari balik pintu yang baru saja dibuka tersebut. Sosok yang beberapa waktu lalu membuat Bening ketakutan hingga menangis tetapi tidak untuk saat ini. Karena Bening sudah bertekad untuk berani melawan.
"Apa kabarmu cantik?!" ucap Arga yang kini berhasil menyenderkan punggungnya di balik pintu yang sudah tertutup dengan bersedekap dada.
"Wa'alaikum salam!" sindir halus gadis itu. Namun, hanya dibalas Arga dengan senyum sinis.
"Ada apa kau datang kemari?!"
"Ck, ini rumahku. Jadi tidak ada yang berhak melarangku untuk datang ke sini, Nona sombong!"
"Tapi kamar ini sudah menjadi areal pribadiku sekarang! Tepatnya sejak kalian menculik dan membawaku kemari secara paksa!"
"Oh ya?!" tanya Arga meremehkan kemudian berjalan mendekat ke arah Bening berada saat ini.
"Stop jangan mendekat! Tetaplah pada posisimu, Tuan pemaksa!"
Arga tampak mengerutkan keningnya saat mendengar panggilan yang diberikan gadis di hadapan-nya.
"Tuan pemaksa?!"
"Apalagi julukan yang tepat untukmu jika bukan itu? Kau memaksa membawaku kemari dan memaksaku tinggal di tempat asing ini. Kau juga yang memaksaku untuk menikahimu. Bukankah itu sebutan yang pantas untukmu!"
"Dan kau adalah gadis tersombong yang pernah ku temui. Karena belum ada satupun perempuan yang berani menolakku. Mereka bahkan berlomba-lomba untuk bisa naik ke atas ranjangku. Dan kau Nona sombong apakah sekarang kau juga menginginkannya?!"
"Cih, dalam mimpimu saja!"
"Penolakanmu benar-benar membuatku tertantang untuk segera membuatmu takluk!"
Arga semakin mengikis jarak di antara mereka berdua. Bahkan ia berhasil mendorong gadis itu ke tembok dan memenjarakannya dengan kedua tangan.
"Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku, jangan seperti ini!"
"Cium aku!"
"Tidak mau!"
"Begitu ya! Baiklah kalo begitu aku yang akan menciummu."
Saat Arga akan mendekatkan bibir mereka, suara Bening tiba-tiba menginterupsi.
"Tunggu!"
"Apalagi?!"
"Napasmu bau!"
"Kau!"
Arga menggeram kesal melihat gadis yang saat ini menatap geli dirinya sedang menutup hidungnya dengan telapak tangannya sendiri.
"Sepertinya Mommy benar tidak seharusnya aku berada di tempat ini!"
"Lagian siapa suruh dia datang kemari. Mengganggu privasi orang saja!" bisik Bening tapi masih bisa didengar oleh pemuda itu.
"Aku bisa mendengarmu. Jadi jaga mulutmu itu atau kau akan tahu akibatnya!" ancamnya.
"Ups!" Bening refleks membekap mulutnya sendiri seperti meledek, menunjukkan bahwa ia tidak takut sama sekali.
Bening memang sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk bertekad menjadi Bening yang baru. Bening yang kuat dan pemberani.
"Beraninya kau menantangku gadis kecil!" desis Arga. Kini tatapan mereka beradu dengan sengit bagaikan laser.
Suara dering ponsel mahal Arga menghentikan perang dingin mereka. Hingga membuat Arga yang lebih dulu mengalihkan pandangannya.
Tanpa menunggu lama Arga langsung menggeser icon berwarna hijau saat nama 'Raka' terterah di atas layar.
"Halo Rak!"
".............."
"Apa?! Gue akan segera ke sana!"
0 Comments