Bab. 71
Sekembalinya Bening dari dapur ia sudah melihat sang suami telah tertidur dengan posisi membelakangi-nya.
Arah pandang gadis itu kemudian beralih pada jam dinding yang bertengger di atasnya. Waktu pun sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Tak terasa ternyata sudah dua jam lamanya ia menghabiskan waktu untuk mengobrol dengan Ayah mertuanya di dapur tadi.
Perlahan langkahnya mendekat ke arah Arga terbaring saat ini. Bening membenahi letak selimut yang tak sempurna menutupi tubuh pria yang sudah berstatus sebagai suaminya itu.
Bening menaikkan selimut sebatas leher agar sang suami merasa nyaman dalam tidurnya, sebelum ia ikut merebahkan dirinya sendiri di samping suaminya itu.
"Menjauh lah, jangan dekat-dekat dengan ku!" pekik Arga saat Bening baru saja merebahkan tubuhnya.
Tentu saja hal itu membuat Bening merasa kaget dan juga heran. Kenapa tiba-tiba suaminya itu bersikap demikian kepada dirinya. Apakah dirinya telah melakukan kesalahan, tetapi apa?
"Ada apa denganmu? Bukankah memang di sini tempatku seharusnya berada?" jawab Bening.
"Aku tidak mau tahu, kau harus menjauh dari ku!" hardiknya lagi.
"Lalu aku harus tidur di mana Tuan muda?!" tanya Bening kemudian.
"Terserah! Yang penting jangan mendekatiku lagi!" ketus Arga.
'Astaga Tuan muda, siapa sih yang mendekatimu? Bukan kah memang tempatku di sini. Lagian apa sih salah ku hingga membuatmu tiba-tiba alergi dengan keberadaanku sekarang ini! Apakah penyakit anehmu itu kambuh lagi?!' rutuk Bening dalam hati.
"Apa kau marah kepadaku? Tapi apa salahku?!" tanya Bening tak mengerti.
"Kau masih juga belum menyadari apa kesalahanmu?!" Seketika Arga bangkit dari tidurnya dan menatap tajam wajah Bening.
"Aku benar-benar tidak tahu. Makanya bilang padaku. Jangan membuatku menebak sendiri seperti ini!" saut Bening tak mau kalah.
"Sudah lah, terserah!" ucap Arga sebelum kembali tidur dan menutup seluruh tubuhnya dengan menggunakan selimut.
'Apa dia sekarang sedang merajuk. Dasar lelaki ambekan!'
Sesaat kemudian Bening pun teringat akan sesuatu. "Astaga apakah dia marah karena aku melupakan janjiku untuk memijitnya. Tapi apa hanya karena hal itu. Dasar kekanak-kanakan! Harusnya bilang saja tidak usah ngambek begitu," gumamnya pelan.
"Suamiku, apakah anda marah karena saya telah melupakan janji saya untuk memijit anda?" rayu Bening dengan bahasa dibuat seformal mungkin, karena dia tahu sang suami hanya berpura-pura tidur.
"Apakah anda mau saya pijit sekarang? Tadi saya sudah menunggu anda tapi saya ketiduran, maaf! Saat saya bangun anda sudah tidak ada di kamar lagi, ingin mencari anda ke ruang kerja tetapi saya tidak tahu di mana tempatnya. Jadinya saya pergi ke dapur untuk membuat mie instan dan kebetulan Papi juga berada di sana. Jangan marah lagi ya. Saya kan sudah minta maaf dan menjelaskan semuanya kepada anda!" bujuk Bening sekali lagi.
"Hentikan kata-kata mu itu! Geli aku mendengarnya. Sudah tidak perlu berbicara formal. Bikin orang sakit telinga saja!" pekik Arga tak suka.
"Maaf ...!" cicit Bening.
"Tapi kenapa kau malah enak-enakan makan di dapur bersama Papi? Pake acara haha hihi segala. Apa semenyenangkan itu makan bersama Papi? Makan bersama ku saja kau tidak pernah sebahagia itu!" tutur Arga setelah berhasil menyibak selimutnya dan duduk di hadapan sang istri.
'Apa maksud dari ucapan Tuan muda ini sih? Kenapa sulit sekali untuk dipahami. Apa mungkin dia iri dengan interaksiku dengan Papi tadi. Tapi kenapa? Bukan kah itu hal yang wajar!'
"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti sama sekali. Bisa diperjelas biar aku faham?!"
"Kau ini begitu saja tidak mengerti. Kenapa bodoh sekali?!"
'Tuh kan dia mengataiku bodoh lagi!'
"Tapi saya benar-benar tidak mengerti Tuan muda. Apakah anda marah melihat kedekatan saya dengan Ayah mertua tadi? Tapi kenapa?" tanya Bening kembali menggunakan bahasa formalnya.
"Sudah ku bilang jangan bicara seperti itu lagi. Aku jijik mendengarnya!"
'Tadi geli sekarang jijik. Dasar aneh!'
"Maaf ...!"
"Mau sampai berapa kali kau akan meminta maaf?!"
'Astaga aku salah lagi. Kapan aku benar di matamu Tuan muda?'
"Lalu aku harus berkata apa? Minta maaf salah, tidak minta maaf apalagi!" gerutu gadis itu.
"Sudahlah kau diam saja!" hardik Arga.
"Jadi aku sudah dimaafkan, sekarang aku boleh tidur di sini 'kan?" tanya Bening girang.
"Siapa bilang aku sudah memaafkanmu? Tidur di sofa sana!" usir Arga.
"Tapi-" cicit Bening.
"Apa kau tidak mengerti bahasa manusia. Aku bilang di sofa yang di sofa!" teriak Arga semakin meninggikan intonasi suaranya.
Dengan perasaan dongkol dan wajah ditekuk masam, akhirnya Bening pun beranjak dari ranjang dan berjalan menuju sofa dengan menghentak-hentakkan kakinya.
"Dasar tidak punya perasaan. Bagaimana mungkin dia tega membiarkan seorang gadis tidur di atas sofa," gerutu Bening.
"Jangan banyak protes atau kau mau aku menyuruhmu tidur di luar?!"
Tanpa menggubris perkataan suaminya itu Bening meletakkan bantal dan segera merebahkan tubuhnya.
'Bahkan dia tidak meminjamiku selimut. Dasar si raja tega!' rutuk Bening dalam hati.
Gadis itu hanya bisa mengumpati suaminya dalam hati saja karena takut diusir dari kamar. Bisa gawat urusannya jika pria aneh itu menyuruhnya tidur di luar, begitu pikirnya.
Sedangkan Arga masih tetap berada di tempatnya dengan senyum yang terukir di bibirnya. Sebelum kemudian kembali merebahkan tubuh untuk menyambut mimpinya.
Setelah beberapa waktu Arga kembali membuka matanya, setelah memastikan Bening benar-benar terlelap dalam tidurnya.
Perlahan ia melangkah mendekati gadis itu, menatap lekat wajah cantiknya sebelum kemudian menggendong tubuh mungil itu ke dalam dekapannya.
Ternyata Arga memindahkan Bening ke atas ranjang mereka. Nalurinya sebagai seorang suami tidak membiarkan sang istri untuk tidur dengan tidak nyaman di atas sofa.
Perlahan namun pasti Arga berhasil menyelimuti tubuh Bening dan mendaratkan kecupan singkat di pucuk kepalanya.
"Kamu adalah orang pertama yang mampu membuat jantungku berdetak lebih lambat dan lebih cepat pada saat yang sama," lirih Arga.
Kemudian pasangan suami istri itupun tidur berpelukan menyambut datangnya mimpi.
*****
Ramiro tower, 11.00 WIB.
"Jadi pria itu sudah menabuh genderang perangnya dengan ku?!" ucap Tuan Jordan setelah membaca laporan yang diberikan asisten pribadinya tadi.
"Sepertinya begitu Tuan. Bahkan mereka sudah mengirim orang untuk menculik Ibu Sandra. Untung anak buah kita datang tepat waktu dan menggagalkan rencana mereka!" jelas John.
"Pria kurang ajar itu sudah melewati batasannya. Ternyata peringatanku waktu itu masih belum juga membuatnya menyerah. Jadi jangan salahkan aku bila berbuat kejam karena telah berani mengusik milikku!"
Perkataan dari sang Tuan membuat bulu kuduk John terasa berdiri karena merinding. Karena Tuannya ini sedang berada di zona berbahaya dan siap menerkam orang.
"Tugaskan orang kepercayaanmu untuk mengawasi Sandra. Jangan sampai kejadian ini terulang lagi di masa depan atau kepalamu sendiri yang jadi taruhannya!"
"Ba-baik Tuan!" jawab John sembari memegangi lehernya.
"Sekarang siapkan pertemuanku dengan Sandra. Kau harus bisa membuatnya mau menemuiku!" titah sang Tuan.
"Baik Tuan!"
'Sandra, aku sudah tidak sabar untuk bisa bertemu denganmu lagi!'
0 Comments