Bab. 52
Sahabat lama.
Langit sudah tampak gelap saat Arga berhasil memarkirkan mobilnya di depan halaman sebuah villa yang berada di atas bukit.
"Turunlah!"
"Ini rumah siapa?" tanya Bening saat melihat bangunan megah di depannya.
"Salah satu villa milik keluargaku!" jawab Arga sembari melepas sabuk pengaman di tubuhnya.
"Tapi kenapa kita kemari?"
"Ada yang ingin aku kerjakan di sini. Sudah jangan cerewet. Ayo cepat turun!"
"Iya, tapi aku tidak bisa membuka ini!" ucap Bening sembari menujuk sabuk pengaman yang masih melilit tubuh mungilnya.
"Dasar kampungan!" Arga pun membantu Bening membuka sabuk pengamannya.
"Hey Tuan muda, sudah berapa kali kau mengataiku dalam seharian ini. Iya memang aku kampungan karena aku berasal dari kampung. Wajar aku tidak bisa membukanya karena aku tidak pernah memiliki mobil semewah ini sebelumnya!" ujar Bening tak terima.
Tanpa mau mendengar ocehan Bening, Arga keluar dari mobil dan meninggalkan gadis itu begitu saja.
"Kenapa aku ditinggal. Tuan muda kau mau ke mana?" Bening pun berlari mengejar Arga yang sudah terlebih dulu masuk ke dalam villa.
Bening terlihat celingak-celinguk mencari keberadaan suaminya di dalam villa tersebut. Kenapa cepat sekali pria itu pergi? Begitu pikirnya. Hingga-
"Selamat datang Nona!" Suara serak pria paruh baya begitu mengagetkan Bening hingga membuatnya berjingkat.
"Allahu akbar!" ucap Bening refleks sembari mengusap dadanya.
"Maaf jika sudah mengagetkan anda, Nona. Saya adalah penjaga villa ini. Panggil saya Karto!"
"Iya Pak Karto tidak apa-apa. Di mana suami saya berada sekarang?"
"Tuan muda ada urusan, Nona. Beliau memerintahkan saya untuk menunjukkan kamar agar anda segera dapat beristirahat. Mari Nona!"
Bening pun mengikuti Pak Karto menuju kamarnya.
"Ini kamar anda Nona. Silahkan beristirahat, saya akan memanggil Nona kembali saat makan malam nanti. Permisi!"
"Terima kasih Pak Karto!"
"Sama-sama Nona!" Bening pun menutup pintu kamarnya setelah kepergian Pak Karto.
Karena merasa lelah setelah melakukan perjalanan panjang. Bening pun segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri agar bisa segera beristirahat.
*****
Sementara itu di sebuah bar kelas menengah yang jauh dari kota besar telah terjadi kekacauan yang ditimbulkan oleh seorang wanita mabuk.
"Dasar anak pembawa sial! Seharusnya aku membunuhmu saat itu." Terdengar racauan tidak jelas keluar dari bibir merah wanita mabuk itu.
"Seandainya saja Harun tidak menolongmu waktu itu. Pasti hidup ku tidak semenyedihkan ini. Bahkan kau masih saja menyusahkan aku sampai hari ini. Aku membencimu! Sangat membencimu karena dengan melihat wajah mu aku mengingat pria itu. Pria keparat yang sangat aku benci." Suara itu semakin lama semakin melemah seiring hilangnya kesadaran wanita yang bernama Sandra itu.
Perempuan yang masih terlihat cantik di usianya itu, kini tengah menikmati minuman beralkohol yang baru saja ia pesan dari seorang bartender. Satu gelas dua gelas hingga tak terhitung lagi berapa banyak minuman setan itu masuk ke dalam tubuhnya.
"Hei angkat wanita mabuk ini! Keluarkan dari club agar tidak mengganggu pengunjung lain!" seru salah seorang pegawai bar kepada para penjaga di sana.
Dengan sisa-sisa kesadarannya Sandra berjalan sempoyongan menelusuri jalanan. Setelah beberapa orang penjaga bar tadi memaksanya untuk keluar dari tempat maksiat tersebut.
"Dasar sialan berani-beraninya kalian mengusir ku dari club. Hei, aku juga bayar di sana. Kenapa kalian memperlakukan ku seperti ini. Dasar bajingan keparat tidak tahu diri!" Sumpah serapa pun keluar dari bibir seksi Sandra untuk mengutuk orang-orang yang telah mengusirnya tadi.
Karena pengaruh alkohol yang telah dikonsumsinya tadi, membuat Sandra meracau tidak jelas di sepanjang kakinya melangkah. Sehingga dirinya menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitarnya. Karena kebetulan jalanan yang ia lalui ramai dengan lalu lalang pejalan kaki dan juga kendaraan bermotor.
Wanita itu memang sudah memutuskan untuk meninggalkan desa tempat dirinya tinggal setelah menikah dengan Harun. Dan sejak satu minggu yang lalu Sandra pergi dari sana karena sudah merasa tidak nyaman berada di lingkungan desa tersebut. Apalagi warga desa juga selalu menyudutkan wanita itu atas kepergian sang putri. Walaupun kenyataan itu memang benar adanya.
Namun Sandra tetaplah Sandra, ia tidak pernah merasa menyesal ataupun merasa bersalah atas perlakuannya kepada sang putri. Lagi pula desa itu bukan tanah kelahirannya, melainkan kampung halaman almarhum suaminya.
Tidak ada lagi yang dapat ia pertahankan di desa itu. Apalagi begitu banyak kenangan buruk yang telah ia alami di sana, itupun hasil pemikiran wanita itu sendiri atau versinya sendiri. Karena dulu sewaktu muda wanita cantik itu hidup dalam gemerlapnya kota besar. Sebelum menikah dengan Harun almarhum suaminya.
"Dasar tidak tahu diri! Semua orang brengsek, dasar sialan kalian semua! Hahaha...Apa kalian lihat-lihat?"
Sandra berteriak seperti orang gila di sepanjang jalan. Ia bahkan memaki semua orang yang ditemuinya di jalan. Sedangkan orang-orang itu hanya menganggap Sandra adalah seorang wanita yang tak waras.
"Dasar perempuan gila!"
"Tidak waras!"
"Sampah masyarakat!"
"Lumayan juga itu perempuan, tapi sayang dia gila!"
"Dasar tidak ingat umur, sudah tua mabuk-mabukan. Eh tapi dia cantik juga!"
"Wanita sinting!"
Begitulah respon dan komentar orang-orang di jalan saat melihat kelakuan Sandra. Banyak yang mencelahnya dan tidak sedikit pula yang mengagumi kecantikannya.
Ya, wanita itu memang cantik luar biasa dan kecantikannya itu diturunkan kepada putri semata wayangnya Bening. Akan tetapi kecantikan itu seakan tertutup dengan kehidupan keras Sandra di desa karena pria yang menikahinya bukan pria kaya tapi seorang buruh pabrik yang bergaji di bawah UMR. Mungkin itulah yang membuat Sandra selalu mengeluh dengan pernikahannya.
Tidak ada yang tahu bagaimana kehidupan Sandra dulu sebelum menikah dengan Harun. Karena tiba-tiba saja Harun pulang ke kampung halaman dengan membawa seorang istri yang tengah mengandung.
Sedangkan warga desa sendiri tahu jika selama ini Harun merantau ke Ibu kota untuk mengaduh nasib di sana. Tetapi setelah menikahi Sandra, Harun pun memutuskan untuk kembali ke kampung halaman dan menetap di sana.
Hal itu tentu saja membuat banyak gadis desa merasa patah hati. Selain memiliki paras rupawan Harun juga sosok yang bertanggung jawab. Hanya satu kekurangan Harun, pria itu tidak memiliki harta yang melimpah.
Brugg-
"Auhh ...!"
Pekikan kesakitan terdengar dari bibir dua orang wanita yang tidak sengaja saling bertabrakan akibat dari kelalaian mereka sendiri. Bagaimana tidak, perempuan yang satu sedang berada di bawah pengaruh alkohol dan satu lagi berjalan tanpa melihat ke depan karena terlalu fokus dengan benda pipih yang berada di tangannya.
Dan beginilah mereka sekarang, keduanya terjengkang kebelakang hingga bokongnya mendarat dengan keras di atas trotoar. Yang pasti menimbulkan rasa sakit, dan itu terlihat jelas dari mimik wajah kedua wanita itu.
"Mata loe buta ya? Jalan nggak lihat-lihat!" hardik Sandra.
"Elo yang jalan nggak pake mata!" pekik wanita yang satunya karena tak mau kalah.
"Eh gue jalan pake kaki. Tapi mata gue juga sehat. Elonya aja yang buta!"
Kedua wanita yang sepertinya seumuran itu masih saling menyalahkan sampai mereka lupa untuk berdiri. Hingga kejadian itu menjadi tontonan gratis orang-orang yang kebetulan berada di tempat yang sama. Bahkan salah satu dari mereka ada yang mengabadikan moment tersebut dalam sebuah video. Tahu sendiri kan zaman sekarang semua-muanya harus divideo dan diviralkan. Itulah yang dinamakan the power of sosmed.
"Elo yang-"
Kata-kata yang akan terucap dari bibir wanita itu tiba-tiba menggantung di udara saat ia melihat dengan seksama siapa orang yang menjadi lawannya saat ini.
"Sandra?!"
0 Comments