Bab. 30
Sawang sinawang.
Sudah tiga hari lamanya detektif swasta yang disewa Raka mengintai rumah tempat Bening dikurung selama ini. Namun ia belum mendapat informasi apapun karena penjagaan ketat yang dilakukan oleh beberapa pengawal yang memang sengaja ditugaskan di sana.
Namun, sebagai seorang detektif yang profesional ia pasti sudah memiliki banyak cara untuk mengulik informasi orang yang sudah menjadi targetnya karena memang sudah berpengalaman di bidangnya.
Bahkan ia pun harus rela menyamar menjadi seorang teknisi petugas AC demi bisa masuk ke dalam rumah tersebut.
"Sedang apa Bening?" Lastri datang membuyarkan lamunan gadis yang sedang termenung di samping kolam ikan.
"Eh Ibu, maaf Bening ngelamun tadi."
"Kamu kenapa Nak?"
Bening tampak menggeleng pelan sebelum berkata. "Bening cuma kangen Ibu," jawabnya lirih.
"Bening juga merindukan kebebasan Bening seperti waktu di kampung dulu. Meskipun kami hidup sederhana tapi kami bahagia," imbuhnya.
Ingatan gadis itu menerawang jauh mengingat kebersamaannya dengan sang Ayah sewaktu masih hidup dulu. Pun dengan Ibunya walaupun hubungan di antara mereka bisa dikatakan tidak pernah baik. Namun, gadis cantik itu sudah merasa cukup bahagia bisa berada di samping wanita yang telah melahirkannya.
"Ibu sudah tidak tau harus berkata apalagi kepada mu selain kata 'sabar'. Ibu tau kau pasti bosan mendengar kata itu tapi hanya itulah yang bisa kau lakukan untuk saat ini. Kau pasti sangat menyayangi orang tuamu. Percayalah tidak ada seorang Ibu yang benar-benar membenci anaknya. Pasti sudah terjadi kesalapahaman di antara kalian berdua."
"Bening tidak pernah sekalipun membenci orang tua yang telah mengandung dan melahirkan Bening ke dunia ini. Karena Bening yakin di dalam lubuk hati Ibu yang terdalam terselip rasa sayang untuk Bening walaupun hanya sebesar biji ketumbar."
"Kau benar Nak."
"Kadang Bening tidak dapat membayangkan kehidupan seperti apa yang akan Bening jalani kedepannya nanti. Bening takut Bu, untuk menerima kenyataan yang tidak pernah Bening inginkan. Kehidupan seperti ini bukan lah dunia gadis miskin seperti Bening. Apa yang harus Bening lakukan?"
"Selalu ada hikmah di setiap peristiwa. Tuhan pasti mempunyai rencananya sendiri karena tidak ada yang kebetulan di dunia ini, Nak. Semuanya sudah diatur dan digariskan oleh Tuhan. Yang harus kau lakukan sekarang adalah banyak-banyak berdoa dan minta petunjuk-Nya."
"Apa Bening boleh bertanya sesuatu, Bu?"
"Boleh katakanlah!"
"Apa semua keluarga Ramiro memang bersikap seperti itu?" Bening menjeda kalimatnya. Ia tampak menarik nafas dalam sebelum melanjutkan pertanyaan-nya. "Menakutkan dan selalu bersikap kejam?" imbuhnya.
Lastri tampak menghela nafas pelan sebelum menjawab pertanyaan gadis itu.
"Pada dasarnya setiap orang memiliki caranya sendiri untuk mempertahankan atau melindungi apa yang mereka miliki. Tidak terkecuali dengan keluarga Ramiro yang memang terkenal sangat luar biasa. Mungkin itulah cara mereka membentengi diri. Sejauh yang Ibu tau semua anggota keluarga ini memang memiliki sifat arogan tapi di waktu tertentu mereka juga memiliki sisi hangat manusia pada umumnya. Bukankah tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini?"
"Dulu sewaktu remaja Ibu melihat sendiri bagaimana Tuan sepuh mendidik Tuan besar dengan sangat keras. Bahkan Tuan Besar tidak pernah sedikitpun diberi kesempatan untuk memilih kehidupan seperti apa yang ia inginkan. Termasuk pernikahannya dengan Nyonya Diana," imbuhnya.
"Jadi orang tua Arga?"
"Iya Bening, mereka menikah tanpa adanya rasa cinta karena pernikahan mereka tak lebih dari sebuah pernikahan bisnis. Dunia orang kaya memang menakutkan dan itu juga berimbas pada sifat dan perilaku Tuan muda saat ini. Sebenarnya Tuan muda juga korban dari ambisi dan keegoisan orang-orang di sekitarnya."
Bening membekap mulutnya tak percaya setelah mendengar fakta yang dibeberkan Lastri kepadanya.
"Hidup ini sawang sinawang. Tidak selamanya hitam itu menakutkan dan putih menyenangkan. Bukankah kain kafan juga berwarna putih sedangkan ka'bah menakjubkan dengan warna hitamnya."
Semua yang dikatakan wanita paruh baya itu benar adanya bahwa yang selama ini tampak indah dimata belum tentu bahagia dirasa.
"Semua yang Ibu katakan itu memang benar."
"Itulah kenapa Tuhan meletakkan kebahagiaan di dalam hati bukan pada rupa, harta kekayaan maupun kekuasaan. Sekarang bagaimana cara kita mensyukurinya saja."
"Terima kasih Bu. Karena Ibu pula lah Bening banyak belajar tentang apa itu arti kehidupan."
"Memang sudah seharusnya kita saling mengingatkan antar sesama."
"Iya Bu."
"Ibu tinggal ke belakang sebentar, Nak. Tetaplah beristirahat di sini." Bening pun mengangguk patuh mendengar ucapan wanita paruh baya itu. Dan melanjutkan kegiatan dengan memberi makan ikan-ikan cantik yang berada di dalam kolam.
Sementara di sudut ruangan terdapat sosok asing tengah melesakkan letak topinya agar lebih ke bawah dan menutupi wajahnya. Kemudian pergi dari tempat itu setelah puas mencuri dengar obrolan dua perempuan tadi.
*****
Sementara di belahan bumi lain Arga tampak bercengkrama dengan sahabat sekaligus asistennya, Raka. Pembahasan mengenai rencana pernikahan Arga masih menjadi topik yang menarik dalam perbincangan mereka.
"Ga, loe nggak ingin berpikir ulang tentang rencana pernikahan itu?" Raka masih ingin memastikan kesungguhan sahabat itu.
"Dari pada loe sibuk mikirin masalah pernikahan gue. Lebih baik loe urus saja hotel tempat gue ketemu dengan putri dari Java's group nanti!" seru Arga sembari menyesap wine yang berada di tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya ia masukkan ke dalam kantong celana bahan yang dipakainya.
"Kapan loe akan berhenti jadi bajingan Arga?!"
"Entahlah!" Arga mengedikkan bahunya acuh sebelum berkata-
"Gue hanya menikmati kenikmatan hidup yang sudah tersaji di depan gue!"
Raka menggeleng tak percaya dengan ucapan sahabatnya itu.
"Tapi sebentar lagi loe bakal married, Dude! Sebagai seorang sahabat gue wajib ngingetin elo. Menikahlah bukan karena sudah waktunya tapi karena dia orangnya. Semoga loe faham dengan kata-kata gue barusan!"
"Apapun status gue nanti nggak bakal bisa merubah kebiasaan gue sebagai seorang pria bebas!"
"Ck, semakin miris saja gue ngelihat bagaimana nasib calon istri loe entar!"
Perdebatan mereka terhenti saat Raka menerima notif pesan masuk di ponsel mahalnya.
"Hotel XX, kamar nomer. 2044!" ucap Raka sembari melirik ke arah sahabatnya itu.
Arga yang mengerti tentang maksud pesan itupun segera beranjak dan berniat pergi menuju ke tempat yang akan memberinya segudang kenikmatan dunia.
"Loe harus main cantik. Jangan sampe ketangkep paparazzi. Bakal repot nanti urusannya!" Raka mengingatkan.
Arga hanya mengacungkan kedua jempolnya sebagai jawaban. Sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu.
Mobil sport warna hitam milik Arga sudah melesat membelah jalanan yang penuh dengan lalu lalang kendaraan lain. Bunyi klakson saling bersautan seakan berlomba-lomba menjadi yang tercepat untuk sampai ke tempat tujuan.
Tidak sampai 45 menit mobil sport yang dikendarai Arga sudah berada di pelataran hotel XX.
Sambutan dan sapaan hangat Arga dapatkan di sepanjang ia berjalan. Mengingat keluarganya adalah pemilik hotel ini.
Bab. 31
Kehormatan yang terenggut.
Arga membanting stir menuju rumah di mana Bening berada saat ini. Dengan kecepatan di atas rata-rata.
Satu jam yang lalu saat dirinya dengan penuh percaya diri mendatangi salah satu hotel milik keluarganya. Untuk berbagi kenikmatan dengan seorang gadis yang ditawarkan oleh relasi bisnisnya buyar seketika, saat bayangan wajah dan tubuh Bening menari di pelupuk matanya.
"Gadis itu benar-benar sangat berbahaya!" umpat Arga kesal.
Bagaimana tidak, selerah bercintanya mendadak hilang saat tak sengaja ia mengingat Bening. Hingga membuatnya meninggalkan teman ranjangnya begitu saja. Padahal gadis itu juga tak kalah cantik dan juga seksi.
"Kau harus bertanggung jawab gadis manis!" gumam Arga dengan seringai di wajahnya.
"Aku akan memberimu pelajaran malam ini. Yang tak akan bisa kau lupakan seumur hidupmu!"
Arga semakin menambah kecepatan mobilnya karena sudah tidak sabar untuk segera tiba di tempat yang kini menjadi tujuannya.
Bunyi klakson mobil terdengar nyaring hingga mengganggu penjaga gerbang yang sempat tertidur di pos penjagaan.
"Siapa yang tengah malam begini membuat kekacauan?!" racau si bapak penjaga dengan separuh kesadarannya.
Melihat mobil sang Tuan muda sudah bertengger di depan gerbang membuat para penjaga itupun kalang kabut untuk segera membuka pintu.
"Astaga apa aku tidak salah lihat?!" pekik salah satu dari mereka.
"Ayo cepat buka pintu gerbangnya! Jangan membuat Tuan muda menunggu!" ujar yang lainnya.
Jangan salahkan mereka yang tengah terlelap karena memang waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam. Pun dengan mereka yang tidak pernah menduga kalau sang majikan akan datang di saat seperti ini. Karena peristiwa seperti ini baru kali ini terjadi.
Arga segera memasukkan mobilnya di pekarangan rumah setelah pintu gerbangnya terbuka.
"Kalian pasti kaget melihat kedatanganku kemari? Ini bonus untuk kalian semua. Ambil!" Arga mengulurkan beberapa lembar uang kepada para penjaga yang masih bengong di tempatnya.
Mereka saling bertukar pandang satu sama lain seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Apa mereka masih berada di alam mimpi?
"Ayo ambil, tunggu apalagi?!" Suara Arga kembali menyentak kesadaran para pengawal tersebut bahwa sekarang mereka memang berada di alam nyata.
"I-iya Tuan muda, terima kasih!" Salah satu dari mereka mewakili untuk menerima uluran uang yang diberikan oleh Arga tadi dengan tangan gemetar.
"Bagi-bagi ya. Aku masuk dulu!"
Setelah mengucapkan kalimat itu Arga langsung pergi meninggalkan para penjaga yang masih bingung di tempatnya.
Bagaimana tidak bingung? Majikan mereka datang di tengah malam dengan tiba-tiba kemudian memberikan mereka uang sebagai bonus. Padahal mereka tadi sempat melakukan kesalahan fatal karena tertidur di saat berjaga dan membuat sang Tuan muda menunggu lama hanya untuk dibukakan pintu.
"Apa aku sedang bermimpi. Itu tadi benar-benar Tuan muda 'kan?" tanya salah satu dari mereka kepada rekannya.
"Aneh, kenapa aku jadi merinding begini ya?!"
"Sudahlah mungkin ini rezeki kita. Ayo berjaga lagi dari pada nanti kita mendapat masalah!"
Di dalam keremangan cahaya kamar Arga dapat melihat sosok yang kini sedang meringkuk di atas ranjang queen size bertilam putih.
Kontras dengan paras wajahnya yang ayu walau hanya dilihat dari keremangan karena hanya lampu tidur yang saat ini menerangi.
Seulas senyum terlukis di wajah tampan Arga, melihat gadis yang sedari tadi mengganggu fikirannya tengah terlelap dengan begitu damai dalam tidurnya.
Perlahan langkah panjangnya mendekat ke arah ranjang dan berusaha mengambil tempat di sisi gadis itu.
Kecupan lembut ia daratkan di puncak kepala dan seluruh wajah gadis yang tak pernah bosan untuk dipandang itu.
"Kau sangat cantik, tak heran jika aku tergila-gila padamu!" bisik Arga sembari mengusap lembut surai panjang milik Bening.
"Mari kita selesaikan malam ini, Sayang!" Arga tak kuasa untuk tidak mengecup lembut bibir Bening yang tampak kering. Ingin rasanya ia segera membasahinya.
Bening yang merasa terganggu dalam tidurnya perlahan mengerjapkan kelopak matanya.
Gadis itu berusaha mengumpulkan sisa-sisa kesadarannya di saat sentuhan-sentuhan lembut semakin nyata ia rasakan. Bahkan ia juga merasa ada yang telah menciumi bahu telanjangnya karena saat ini ia hanya memakai baju tidur dengan model tali spagetty.
"Kau?!"
Sentak Bening kaget melihat Arga sudah berada di atas ranjangnya.
"A-apa yang kau lakukan di sini?!" cicit Bening ketakutan.
Tatapan seakan ingin menerkam Arga berikan kepada gadis yang kini beringsut ketakutan itu.
"Apa yang ku lakukan? Tentu saja ingin berbagi kenikmatan denganmu!" jawab Arga sembari mengusap dagunya dengan seringai licik.
"Pergilah sebelum aku berteriak!" ancam Bening.
"Berteriak?! Kau lupa siapa penguasa tempat ini. Hemm?!"
"Aku mohon pergilah Tuan. Tolong jangan ganggu aku!" Bening tak kuasa menahan laju air matanya, saat ia menyadari bahwa ia telah berada di dalam zona bahaya.
"Aku tidak akan pergi sebelum kita bersenang-senang, Sayang!"
Dengan sekali gerakan Arga telah berhasil membuat Bening berada dalam kungkungannya.
Terlambat bagi Bening hanya untuk sekedar meronta apalagi melepaskan diri. Tenaga Arga sama sekali bukan tandingannya.
"Aku tidak akan berbuat kasar jika kau menurut!" desis Arga tepat di telinga Bening sebelum ia memberikan gigitan-gigitan kecil di sana.
"Lepaskan aku, Tuan. Tolong jangan seperti ini."
"Sekarang ataupun nanti kau tetap akan menjadi milikku. Lebih baik menurut dan nikmatilah!"
Aroma tubuh Bening membuat Arga semakin menggila. Hingga ia tak sabar untuk segera menyerang Bening dengan ciuman di sekujur tubuh gadis itu. Tak peduli seberapa keras pun gadis itu meronta.
Entah apa yang di punyai gadis ini sehingga daya tariknya begitu kuat. Arga yang tidak pernah sekalipun memaksakan kehendak kepada perempuan manapun kini telah dibuat gila oleh gadis yang saat ini berada di bawah kungkungannya.
Kalau biasanya wanita lah yang datang dan berlomba-lomba untuk menyerahkan diri secara suka rela kepada Arga, namun kini sebaliknya.
Kecupan basah Arga berikan di setiap jengkal tubuh Bening. Bahkan ia tak ragu untuk melumat bibir merah alami gadis itu. Walaupun Bening bersikeras menolak dengan menggelengkan kepalanya ke samping kiri dan kanan.
Bukannya menyerah, Arga semakin tertantang untuk menaklukkan gadis yang ia rasa sombong itu. Karena hanya Bening lah yang mampu menolak pesonanya.
Jemari tangan Arga begitu terampil menyentuh setiap jengkal tubuh gadis yang tak berdaya di bawah tindihannya saat ini. Hingga-
"Ahhh ...!"
Satu desahan lolos dari bibir Bening yang membuat Arga merasa di atas angin karena berhasil menaklukkan gadis itu.
"Kau mendesah. Aku menang Sayang! Itu berarti kau menikmatinya!"
Bening sungguh merutuki kebodohannya karena tidak bisa menahan desahan. Pun tubuhnya yang tidak bisa menolak sentuhan Arga. Namun berbanding terbalik dengan hatinya.
Krekk-
Arga merobek gaun tidur yang dikenakan Bening saat ini. Karena ia sudah tak sabar untuk menelanjangi gadis itu.
"Jangan ...!"
Hanya kata itu yang mampu Bening ucapkan di sela tangisnya malam ini.
Pemandangan indah terpampang nyata di hadapan Arga setelah ia berhasil menyingkirkan kain pelindung yang membungkus bukit kembar Bening. Dan dengan tidak tahu malunya Arga meraih puncak berwarna merah muda itu ke dalam mulutnya.
"Ahhh ... eeshhh ... ja ... nga .... nnn!"
Merdunya suara desahan Bening membuat libido Arga semakin memuncak dan ingin segera menggapai nirwana dalam sebuah penyatuan.
"Tidakkkkk ... jangaaannnnn!"
0 Comments