"Lalu bagaimana dengan anakmu?"
Deg! Pertanyaan Luis membuat Gera gugup. "Aku gagal menyelamatkan anakku. Usia enam bulan kehamilan aku terjatuh di kamar mandi dan, keguguran. Maafkan aku."
Hanya itu yang terlintas di benak Gera saat ini. Sederhana namun karena ekspresi seriusnya membuat Luis dan David syok.
"Ya Tuhan! Tapi kau tidak kenapa-kenapa, kan?" Ujar David dengan wajah cemasnya.
Gera tersenyum mengangguk. Karena merasa tak enak, mereka tidak membahasnya lagi. "Satu lagi yang aku bingung. Roy bilang kau sudah menikah. Itu benar?" Tanya Luis dengan penasaran.
"Iya. Aku menikah dengan Alvin, temanku. Tapi tolong, jangan membicarakan hal lain. Aku tidak ingin mendengarnya." Kata Gera canggung.
David mengerti perasaan Gera, tetapi seakan dia merasa bahwa ada sesuatu yang Gera sembunyikan darinya dan juga Luis. Mungkin ini demi menjaga dirinya dari Roy, pikir David.
"Ge, dimana Luisa? Apa dia tidak bersamamu? Aku mencemaskan dia." Tanya Luis cemas.
"Luisa selalu bersamaku. Dia aman dan terjamin. Kau tidak perlu khawatir. Hanya saja, aku belum menyuruhnya menyusul karena aku perlu beberapa dokumen di sana, jadi dia yang membantuku. Jika sudah selesai, dia akan menyusul kemari. Kau tak usah khawatir." Jawab Gera tenang.
Luis bernapas lega. Bagaimanapun juga saudaranya adalah keluarga satu-satunya yang tersisa.
Satu jam lebih Luis ikut nimbrung bersama Gera dan David. Lalu setelah David pergi, Gera segera mendekati Papanya dan mengikis lebih banyak jarak agar pembicaraan mereka tak terdengar.
"Pa, Gera ingin berbicara penting." Ujar Gera serius.
"Papa tahu." Jawab David enteng. Jawaban itu membuat Gera melongo seolah mengatakan, 'bagaimana Papa bisa tahu? Aku saja belum berbicara.'
"Papa bisa melihat dari matamu, sayang. Kau menyembunyikan sesuatu dari Luis." Kata David dibenarkan Gera.
"Gera berbohong. Gera tidak mau anak-anak terancam bahaya karena tingkah kejam Roy, Pa." Tutur Gera.
"Wait! Anak-anak?" Tanya David dengan wajah super bingung.
Gera mengangguk. "Papa pasti sudah tahu kabar bahwa Gera hamil ketika Gera dan Luisa pergi dari sini." David mengangguk.
"Anak Gera dan Roy masih hidup, Pa. Mereka sehat-sehat dan sangat cerdik. Gera melahirkan tiga orang putra, Pa." Tutur Gera dengan wajah senangnya. David tercengang mendengarkan cerita putrinya ini.
"Wow! Papa sudah menjadi Kakek sekarang! Lalu dimana mereka?" Tanya David girang. Ia sangat senang mendengar kabar baik ini.
"Itu yang menjadi masalah sekarang, Pa. Mereka masih bersama Luisa dan belum Gera izinkan untuk menyusul sebelum Gera menemukan tempat tinggal untuk mereka." Kata Gera lemas.
"Apa ada yang bisa Papa bantu, nak?" Tanya David.
"Apa sebaiknya mereka bertiga tinggal di sini dulu? Gera takut meninggalkan mereka sendirian jika Gera tinggal di rumah berbeda. Luisa juga belum tentu bisa full time menjaga mereka. Gera tidak mau menyusahkan Luisa lagi." Lirih Gera.
David terdiam dan berpikir sejenak. "Tinggalkan saja mereka di sini, sayang. Papa juga kesepian. Jika mereka di sini, Papa bisa bermain bersama cucu-cucu Papa."
Gera mengangguk setuju dan berniat menelpon Luisa malam ini juga untuk menyuruhnya membawa triplets ke kota.
***
"Maaf, Bos. Saya kehilangan jejak." Lapor Luis.
"Astaga! Lalu kemana aku harus mencarimu lagi, Gera? Kenapa kau menghindar? Aku sudah menunggu ini lama dan sekarang kau menghindar dariku." Roy frustasi dan menjambak kasar rambut kacaunya.
"Bos, saya akan berusaha mencarinya lagi. Tapi tolong, jangan menyiksa diri. Apakah Anda lupa kalau Gera sangat tidak suka jika Anda menyiksa diri?" Tegur Luis sopan. Sejujurnya ia sangat kasihan pada Roy yang terpuruk karena merasa dihindari Gera.
Roy sudah berubah banyak. Ia tidak seperti dulu lagi yang jika marah langsung merusak semua yang ia temui. Ia berubah demi Gera.
"Luis, siapkan beberapa baju santai ku. Aku ingin menenangkan diri untuk beberapa hari." Titah Roy lirih. Tenaganya hilang karena semua ini. Ia lemah dan tak berdaya melihat sikap Gera padanya.
"Apa saya perlu mengawal Anda, Bos?" Tawar Luis.
Roy menggeleng pelan. " Tak perlu, Luis. Aku hanya ingin sendiri. Jika ada yang mencari, katakan saja aku sedang sibuk. Hanya untuk beberapa hari saja." Tolak Roy diangguki Luis. Selepas menyelesaikan tugasnya, Luis berniat menceritakan pembicaraannya dengan Gera bersama Clay, kekasihnya.
"Luis! Kenapa kau senang sekali mengejutkanku? Kau ingin aku kena serangan jantung?!" Omel Clay memonyongkan bibir ranum itu.
Luis tak menjawab. Ia hanya fokus mengikis jarak antara dirinya dengan Clay. "Apa yang akan kau lakukan, Tuan?" Tanya Clay dengan wajah nakalnya.
Hal itu semakin memancing Luis untuk segera menerkam wanita pujaan hatinya ini. "Kau pintar sekali menggodaku!" Bisik Luis saat berhasil menggapai tubuh Clay.
Wanita itu bergidik saat Luis berbisik. Perutnya terasa dikelilingi ribuan kumbang yang beterbangan. Terasa geli namun memabukkan.
"Kau mau apa?" Tanya Clay lagi disertai kekehan gelinya.
"Aku mau kau!" Geram Luis.
"Kau sudah memilikiku." Balas Clay.
Setiap pertemuan, jika Clay sudah menyebut kalimat itu, Luis akan segera melancarkan aksinya. Diam-diam dia adalah orang yang ganas di atas ranjang.
"Aakkhh..." Lenguhan lolos dari mulut Clay. Luis dengan pelan namun bernafsu mencium setiap senti leher jenjang wanita itu. Wangi Clay sudah menjadi candu baginya.
"Luis.. aakhh hmm..." Erang Clay ketika kecupan itu dibarengi dengan sentuhan di bagian dada Clay.
"Suaramu tahan sedikit, sayang. Tunggu aku sebentar." Kata Luis menghentikan kegiatannya. Membuat Clay sedikit kecewa.
"Kau mau kemana?" Tegur Clay lemas.
Luis nyengir, "aku lupa menelpon Ian untuk mematikan cctv ruanganmu." Alhasil Clay juga ikutan malu. Sudah jadi konsumsi Ian, yang mengawasi cctv, untuk menuruti perintah Clay maupun Luis untuk mematikan cctv ruangannya ketika mau beradu nafsu.
Tak berselang lama, Luis datang dengan rambut kacau yang semakin menambah ketampanannya. Di mata Clay, itu sangat seksi.
"So hot, babe." Bisik Clay dengan suara seksinya. Luis tak mau membuang waktu percuma. Tangannya segera menyusuri dua gundukan kembar itu sembari bibirnya bermain bersama bibit ranum kekasihnya.
"Hmm.. eunghh..." Lenguh Clay diantara sesapan demi sesapan dalam ciuman mereka. Suara decakan tak terelakkan memenuhi ruangan itu.
Namun mereka berdua menikmatinya dengan santai. Sudah hampir setahun mereka bersama melepas kesucian di tempat itu juga. Roy juga sudah tahu. Jadi tidak ada yang harus mereka khawatirkan jika ingin melakukannya di sana.
***
Peluh membasahi tubuh telanjang mereka. Luis masih enggan mengeluarkan miliknya dari dalam sana. Namun Roy menelpon entah untuk apa.
"Angkat saja, sayang!" Suruh Clay sambil menyeka keringat yang ada di wajahnya.
Luis tersenyum hangat. "Tak apa. Biar saja dulu. Roy yang menelpon. Nanti akan ku telpon balik. Kau tak usah cemas." Jawab Luis acuh.
Akibat gangguan Roy, milik Luis terpaksa keluar dari sarang hangatnya. Clay terbaring di atas meja kerjanya. Sedang Luis terduduk di kursi kerja Clay dengan senyuman melihat tanpa kedip ke arah lubang lembab dan sempit itu. Sarang dan rumah yang membuatnya mabuk hingga tak bisa berpaling sedetikpun.
"Aku mencintaimu, Clay." Ujar Luis gombal. Clay terbangun. Ia tersipu karena godaan Luis juga malu karena melihat cairan cinta mereka yang berceceran dimana-mana.
Puas memanjakan kekasihnya, Luis pergi untuk menelpon Roy. Entah apa yang akan pria dingin itu katakan. Katanya ia akan berlibur beberapa hari. Apa iya jika ia sudah bosan dan ingin pulang? Entahlah.
"Apa ini berkaitan dengan Gera? Aku harus mencari tahu dari Roy." Gumam Luis pada dirinya sendiri.
Telpon tersambung lancar. Namun cukup lama menunggu hingga akhirnya Roy menjawab telpon dari Luis.
"Ada apa, Bos?" Tanya Luis sembari menjauhkan ponselnya dari telinga.
"KAU KEMANA SAJA?! Aku meneleponmu sejak tadi! Sialan!" Bentak Roy dengan teriakan kerasnya. Itulah alasan kenapa Luis menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Maaf, Bos. Saya sudah membantu Clay sebentar." Jawab Luis seadanya.
"Sialan! Jika aku tak ada, pekerjaanmu hanya bersenggama dan bercinta dengan sepupuku! Brengsek!" Seru Roy tak kalah kerasnya dari tadi.
"Yah, Anda tahu bagaimana saya dan dia." Balas Luis menahan senyumnya.
"Sudahlah, aku hanya ingin mengatakan sesuatu padamu karena entah kenapa ini menjadi pikiran untukku." Kata Roy.
"Katakan saja, Bos." Suruh Luis.
Sebelum mengatakannya, Roy menghela napas berat dan panjang. Yang dikatakan Roy bukanlah hal penting, tapi entah kenapa juga membuatnya kepikiran. Apa yang sebenarnya Roy katakan pada Luis?
0 Comments