"Aku tahu Gera ada dimana."
Ucapan Luis memancing tatapan nyalang dari Roy. David juga menatapnya bingung. Pria itu tak mengerti permainan apa yang sedang mereka rencanakan.
"Apa maksudmu, Luis?! Kau bermaksud menipuku lagi?!" Bentak Roy dengan wajah bengisnya.
Luis dengan cepat menggeleng. "Bukan itu maksud saya, Bos. Ini bukan kemauan saya. Dan seharusnya juga saya tidak membocorkan rahasia ini kepada siapapun termasuk Anda dan Pak David."
"Apa maksudnya dengan ini bukan kemauan kamu?! Kau benar-benar membuatku pusing!" Roy menyeru marah. Wajahnya memerah namun matanya sehitam malam.
"Maafkan saya, tapi ini sama sekali bukan rencana saya. Saya hanya menuruti perintah saja." Jawab Luis pelan namun tak meninggalkan ketegasannya.
"Lalu siapa, Luis? Kau tega sekali membuatku khawatir setengah mati." Lirih David menahan air matanya. Pria paruh baya ini sangat sensitif sekarang.
"Cepat kau jawab, Luis!" Desak Roy menggeram.
"Bu Rita. Bu Rita yang menyuruh saya." Jawab Luis terpaksa. Ia hanya perlu memikirkan bagaimana caranya menjelaskan pada Rita nanti.
Baik Roy maupun David, keduanya menganga tercengang. Mereka tidak percaya dengan apa yang Luis katakan.
"Maksudmu, Nenekku?!" Tanya Roy penasaran. David mengangguk-angguk menyetujui pertanyaan Roy.
"Benar, Bos. Beliau yang memberikan perintah untuk saya agar tidak membocorkan dimana Gera. Tetapi karena saya tidak tega melihat Pak David yang terus-menerus diancam oleh Dewi, saya jadi tidak tega dan merasa harus memberitahukan kepada kalian dimana Gera berada." Jelas Luis.
"Astaga!!!" Cicit Roy sembari meremas rambutnya berantakan. Ia tak menyangka kenapa Neneknya bisa melakukan ini dan bersikap seperti tak tahu apa-apa di depan Roy.
Luis sudah memberitahu Roy kalau Gera ada di villa. Roy yang masih tidak percaya dengan apa yang Neneknya lakukan, masih menggeleng dan merasa kepalanya sangat sakit.
"Luis, tolong kau saja yang menggantikan ku menyetir. Aku merasa kepalaku hampir pecah. Tapi cepatlah. Terobos apa saja yang menghalangi jalan!" Titah Roy dengan nada bicaranya yang terkesan sangat kaku saat ini.
Tak mau ketinggalan, David ikut bersama Roy dan Luis. Ia ingin sekali menemui anaknya. Ingin melihat anaknya.
Roy terus saja mendesak Luis agar lebih cepat. Ia tak sabar ingin memeluk wanita yang begitu ia cintai ini. Dan tentu saja dia juga tidak sabar ingin menanyakan Neneknya kenapa ia begitu tega melakukan ini pada cucunya sendiri.
"Astaga, Luis! Apa kau bisa lebih cepat?! Ini sangat lama!" Bentak Roy geram.
"Maaf, Bos. Ini sudah masuk pedesaan. Jika saya mengebut, itu bisa membuat orang-orang yang lalu lalang celaka." Jawab Luis masih mempertahankan kesopanannya.
David memegang pundak Roy lembut, layaknya seorang Ayah pada anaknya. "Sabarlah, Nak. Aku juga tidak sabar ingin menemui anakku. Tapi aku harus tetap tenang sekarang. Begitu juga kau. Kau harus tetap tenang."
"Tapi Pa, aku benar-benar cemas dan tidak bisa tenang. Aku ingin menemui Gera dan meminta maaf padanya." Bantah Roy. Ia benar-benar terlihat kacau sekarang. Kemeja kusut dengan kancing yang terbuka berantakan, rambut yang kacau namun sungguh membuat dirinya terlihat semakin tampan.
"Sudah, tenanglah. Sebentar lagi sampai. Luis sudah berusaha keras. Jangan salahkan!" Tegur David.
Beberapa menit dari jalan kecil di dalam desa, akhirnya mereka sampai di villa.
Braaakkk...
Roy membanting pintu mobil dengan sangat keras. David dan Luis sampai terkejut. Pria dingin itu berlari menuju villa.
"Nek! Bukalah! Nek!" Teriak Roy sembari menggedor-gedor pintu kayu itu.
"Nek! Bukalah! Ini aku, Roy! Papa David juga ikut kemari bersamaku! Tolong bukakan!" Teriak Roy lagi.
"Roy, kau tak perlu berteriak, nak. Itu hanya mengganggu orang sekitar. Mereka menatapi kita terus. Sabar, nak." Ujar David lagi menepuk pundak Roy.
Tak lama pintu itu terbuka dan menampakkan Rita yang memasang wajah datar. "Cepat katakan, Nek. Dimana Gera?!"
"Masuk dan duduklah dulu. Kau bisa menanyakan itu nanti. Tenangkan dirimu terlebih dahulu." Ujar Rita. Wanita usia senja itu mempersilahkan David untuk masuk. Roy dan Luis mengikuti dari belakang.
Roy celingak-celinguk mencari dimana keberadaan Gera. Matanya tak henti melirik kesemua arah. Ia sangat rindu pada wanita itu.
"Apa yang kau lihat? Kelihatannya kepalamu sangat lentur." Sindir Rita sembari melirik cucunya.
"Aku hanya mencari dimana Gera." Lirih Aroy.
"Duduk tenanglah dulu. Itu urusan gampang, sayang." Jawab Rita.
Rita menggenggam erat tangan cucunya, Roy. Ia mengelusnya pelan seolah menyalurkan ketenangan.
"Yang kamu cari tidak ada di sini, sayang." Ucap Rita. Roy langsung menegakkan kepalanya dan menatap tajam pada Neneknya.
"Luis mengatakan Gera ada di sini, Nek. Aku sudah tahu itu. Lalu kenapa Nenek sampai setega itu berbohong padaku seolah-olah Nenek tidak mengenal Gera." Bentak Roy tak terima.
"Nenek sudah mengenal Gera semenjak kamu menyuruhnya pergi dari rumah. Nenek tidak sengaja bertemu dengannya karena dia menolong Nenek. Rasa nyaman antara Nenek dan Gera itu bukan karena dia mengandung anakmu. Tapi karena empati dirinya yang membuat Nenek merasa seakan dia adalah cucu Nenek sendiri." Jelas Rita.
Roy geleng-geleng kepala mendengar itu. Jadi benar, Gera sedang mengandung anaknya. "Lalu kenapa Nenek setega itu tidak memberitahuku keberadaan Gera bersama anakku?!" Pekik Roy keras. Ia frustasi dan menjambak rambutnya. Sedangkan David hanya melongo mendengar bahwa anak semata wayangnya tengah mengandung dan sekarang entah ada dimana.
"Nenek sengaja berbohong padamu, Roy! Nenek menyuruhmu merubah sikapmu. Jika itu sudah terjadi, baru Nenek akan membawa Gera padamu. Tapi wanita malang itu terlanjur sakit hati padamu." Tambah Rita lirih. Ia sedih mengingat bagaimana cerianya wanita yang sudah ia anggap sebagai cucunya itu.
"Maksud Nenek apa?" Cicit Roy. Air matanya sudah menetes. David pun begitu, air matanya menetes mendengar kabar putrinya.
Rita menghela napas panjang dan berat. "Gera putus asa dan memutuskan untuk merawat anaknya tanpamu, nak. Dia terlanjur sakit hati karena keegoisanmu sendiri. Dia tidak mau tinggal di sini lagi."
"Dan ya, Nenek sudah tahu kalau Luis pasti akan memberitahumu cepat atau lambat. Maka dari itu, Nenek membiarkannya pergi." Tutur Rita sembari menghapus Air matanya.
"Lalu kemana anakku pergi, Bu?" Tanya David dengan suara seraknya.
Wanita tua ini menatap David dalam, "maafkan aku, David. Aku harus melakukan ini. Dan maaf sebesar-besarnya karena aku tidak akan memberitahu siapapun dimana Gera berada demi keselamatan dia dan tentu saja buyutku."
Lagi-lagi Roy menatap tajam Neneknya. Kaget mendengar apa yang baru saja Neneknya katakan.
"Nenek sangat egois." Lirih Roy menuduh Neneknya.
"Kau yang egois, bodoh! Kau bahkan hampir tertipu oleh j*lang kotor itu dan meninggalkan Gera bersama anakmu sendiri! Kau bajingan!" Bentak Rita tak tahan.
"Katakan dimana Gera berada?! Aku tidak mau dia dan bayiku kenapa-kenapa. Aku harus menemaninya!" Pekik Roy marah.
"Ubah saja sikapmu dulu! Jangan menjadi pria angkuh yang berbuat semaunya. Kau terlalu kaku dan tak mau mengenal perasaan Gera lebih dalam." Bantah Rita.
Luis dan David kaku. Luis merasa bersalah karena sudah membuat kekacauan ini. Lalu sekarang dimana Gera?
"Kau hanya menjadikan Gera sebagai media pelampiasan nafsumu! Jangan membantah Nenekmu! Kemarin kau mau membunuhnya, dan sekarang setelah kau menyesal, dengan gampangnya kau ingin mengajaknya kembali?! Ubah sikapmu dulu, Roy!" Bentak Rita sekali lagi. Hatinya bergemuruh tak tahan. Ia menangis sesenggukan, melawan cucunya sendiri seperti ini bukanlah keinginannya. Tapi ia harus melakukan ini demi kebaikan semuanya.
Roy menggeleng keras. "Jangan berkata seperti itu, Nek. Aku mencintai Gera. Aku sangat mencintai Gera."
"Jangan cemas. Gera dalam pengawasan Nenek. Luisa juga sudah menemaninya. Luis, tolong mengertilah. Gera juga temanmu. Dan Roy, fokus untuk merubah sikap angkuhmu itu." Tambah Rita lirih namun tegas. Luis mengangguk mengerti. Bagaimanapun juga ini untuk temannya. Ia percaya pada Luisa.
"Jika kau benar-benar mencintai putriku, berubahlah, Roy. Dan cari dia hingga ketemu, lalu nikahi dia agar kalian bisa bahagia seutuhnya." Cetus David dalam kesedihannya.
Pria dingin yang kini rapuh itu mengangguk lemah. Ia kira dirinya akan bertemu dengan Gera di sini. Tapi itu salah. Ia terlambat. Ia salah besar. Ini semua karenanya.
***
"Ge, di sini sangat indah. Kau suka?" Gera mengangguk mengiyakan pertanyaan Luisa.
Luisa sendiri tahu, dalam hati Gera masih menyimpan rasa sakitnya tanpa ia mau bagi. Senyuman indah itu nyatanya palsu.
Mereka sedang bersantai di villa dekat perkebunan teh milik Rita yang tentu saja tidak diketahui oleh Roy. Awalnya Rita menyuruh Gera dan Luisa untuk tinggal sementara di Brazil. Tetapi Gera menolak. Itu terlalu jauh. Baginya, mungkin lebih baik di pedesaan agar dirinya dan juga kandungannya bisa lebih rileks dan santai.
"Di sini sangat segar, Luisa. Andai saja kita kemari bukan karena sebuah masalah. Pasti akan terasa lebih nikmat." Ujar Gera diangguki Luisa.
Sering sekali air mata itu lolos dan membasahi pipinya yang mulai tembam. Tubuhnya pun sudah mulai berubah membesar. Pakaian-pakaian yang dulu pas di badannya, kini sudah ketat dan membuatnya kesulitan bernapas.
"Ge, sepertinya kita harus belanja baju baru untukmu." Celetuk Luisa. Gera terkekeh geli melihat tubuhnya sendiri dengan perut buncit dan badan gempal.
"Terlihat sangat lucu." Ujarnya gemas.
Mereka berdua sangat nyaman tinggal di villa ini. Luisa juga mulai mencari pekerjaan. Rita sebenarnya sudah menanggung semua kebutuhan keduanya, namun Luisa tak terbiasa bergantung. Gera juga ikut bekerja bersama Luisa. Dirinya bertugas yang ringan-ringan saja. Agar tidak membahayakan kandungannya.
Sementara itu, beberapa bulan kehilangan Gera membuat Roy semakin kacau. Ia sangat frustasi karena wanita itu. Roy juga sangat merindukan Gera, terlebih kandungannya. Ia ingin sekali mengelus perut buncit Gera dan mengajak anak keduanya berbicara.
Membayangkan itu ia hanya bisa tersenyum. Pasti itu akan sangat menyenangkan. Bermain dengan anaknya yang menggemaskan. Dan bercumbu mesra dengan Gera, wanita yang akan menjadi istrinya kelak.
"Fokus, Roy. Kau harus fokus berubah. Lalu cari Gera dan nikahi dia!" Tegas Roy pada dirinya sendiri. Kekacauan hatinya harus tertata rapi sekarang.
Luis sendiri salut akan keteguhan Roy. Ia benar-benar mencintai Gera. Namun jika mereka bertemu nanti, apakah Gera akan menerimanya lagi?
0 Comments