“Kenapa Dek? Kok Adek menangis?”
“Ngak apa apa Mas.” Jawab Nada sambil menghapus air matanya.
“Sini Mass peluk. Kalau ada masalah cerita saja Dek, kalau ada yang ngak suka katakan saja Dek.” Isan berusaha membujuk istrinya, Nada, untuk cerita.
“Tapi Mas janji ngak marah dulu.”
“Iya Sayang.”
“Tadi Nada dengar Ibu cerita sama Pika kalau adek tukang habiskan uang Mas saja.” cerita Nada sambil menangis.
“Yang sabar ya sayang. Nanti biar Mas yang ngomong sama ibu.” Isan berusaha menenangkan istrinya
“Iya Mas.”
“Mas boleh minta sesuatu sama Adek.” Kata Isan sambil membelai rambut istrinya.
“Apa itu Mas?”
“Kamu boleh marah, kesal, tidak suka sama ibu, namun Mas minta Adek jangan pernah membentak atau berkata kasar, nada tinggi sama ibu. Kalau sedang marah atau kesal, lampiaskan saja sama Mas ya Dek.”
“Iya Mas.” Inilah awal perjanjian Nada dengan Isan. Nada selalu berusaha menepati perjanjiannya dengan suaminya sebagai tanda penghargaan kepada ibu mertuanya. Nada lebih banyak memilih diam dan menyendiri saat ibu mertua dan iparnyaulai berulah. Apalagi sekarang Nada sedang mengandung, Nada tidak ingin nanti anaknya membenci neneknya.
Menjadi ibu rumah tangga sebenarnya bukan pilihan Nada. Namun karena sedang mengandung, ia mengikuti keinginan suaminya. Apalagi diawal kehamilan Nada sering pendarahan sehingga harus banyak istirahat. Akan tetapi keluarga Isan tidak mengetahui jika Nada tetap miliki penghasilan walau hanya di rumah. Hobi menulis Nada dari kuliah menjadi sumber penghasilannya. Bahkan dia menjadi penulis yang terkenal di sebuah aplikasi menulis. Penghasilan dan followernya sudah banyak. Hanya Suaminya saja yang mengetahui. Tulisan Nada juga banyak dimuat di media online dan media cetak.
“Kamu harus hemat, jangan sampai menyusahkan suami kamu saat melahirkan nanti.” Tiba tiba mertuanya berkata hal tersebut saat Nada sedang mencuci piring di dapur.
“Iya Bu.”
“Perlengkapan bayi ngak usah yang mahal -mahal. Toh cuma sebentar dipakai.” Nada hanya mengangguk. Dia selalu ingat janjinya dengan suaminya. Apalagi tidak disangka tiba -tiba Isan muncul.
“Isan, ibu minta uang sama Kamu untuk SPP adek Kamu.”
“Maaf Bu, uang simpanan Isan tinggal untuk keperluan lahiran dan perlengkapan bayi Bu.”
“Kan belum tahu kapan melahirkannya. Uang SPP adek Kamu ini besok terakhir.” Isan sedikit kesal dengan ibunya, karena dia tahu sebenarnya uang simpanan ibunya masih banyak. Belum lagi pengsiunan ayah yang selalu ada setiap bulan.
“Kasih saja dulu sama ibu Mas.” Bujuk Nada pada suaminya
“Tapi Dek?”
“Ngak apa -apa Mas.” Iyan hanya bisa mengiyakan kata istrinya.
Entah apa yang membuat ibu mertuanya kurang menyukai Nada. Padahal Nada anak yang baik dan berasal dari keluarga yang baik. Hanya saja penampilan Nada yang sederhana yang selalu membuat ibu mertuanya meyangka dia ketururan orang miskin. Padahal Nada berasal dari kalangan mampu.
Hari ini Nada membeli segala perlengkapan bayi bersama Isan. Mereka sangat bahagia menyambut kehadiran sang anak. Namun saya sesampai di rumah, mertua Nada marah -marah kepada mereka.
“Katanya uang tabungan tinggal sedikit. Mengapa beli banyak kali perlengkapan bayi ini?” Dari mana uangnya?”
“Ibu.. “ Isan ingin meluapkan kekesalannya kepada ibunya, namun Nada mencegahnya.
“Jangan Mas.”
“Jual kembali semua, ganti yang merek biasa saja. Nanti kasih ibu sisa uangnya.” Nada dan Isan hanya bisa pasrah. Isan merasa sangat malu kepada Nada. Apalagi itu semua ia menggunakan uang Nada. Namun dia sangat berterima kasih karena istrinya tersebut sangat sabar. Akhirnya mereka meletakkan perlengkapan bayi tersebut di rumah mereka yang sudah lama dibeli Nada. Hanya saja mereka belum pindahan kesana karena Isan tidak mau meninggalkan ibunya sendiri di rumah. Ayah sudah tidak ada. Adek – adek paling cuma beberapa hari di rumah, merek masih kulaih di kota. Nada juga tidak memaksa untuk segera pindah. Dia selalu mengikuti perkataan suaminya.
“Bu, Nada sama Isan sekarang d rumah sakit. Nada mau melahirkan tetapi harus dioperasi Bu. Soalnya letak anaknya sunsang Bu.” Iyan mengabari Ibunya lewat telepon.
“Operasi? Dimana kita dapat biayanya. Itulah istrimu itu. Menyusahkan saja. Sudah sering ibu bilang untuk jangan tiduran saja, biar posisi anaknya bagus, tapi ngak di degar juga.”
“Ibu, tenang Ibu. Soal biaya jangan takut Ibu. Doa kan saja anak Nada dan anak akmi selamat Bu. Kalau Ibu kemari kabari ya Bu.” Kata Isan sambil menutup telepon.
Akhirnya Nada lahirhan dengan selamat. Bayi mungil kecil perempuan cantik hadir dalam kehidupan mereka. Rasa syukur dan senang terpancar dalam wajah mereka. Orang tua Nada belum bisa datang, mereka masih diperjalan ke tempat Nada.
“Bu, anak kami sudah lahir Bu. Perempuan, cantik Bu seperti Nada.” Isan mengabari Ibunya
“Apa perempuan? Ibu kira laki -laki. Perempuan itu menyusahkan saja.” Isan hanya bisa sabar mendengar perkataan ibunya
“Kapan Ibu kesiani Bu?”
“Nanti saja.”
“Kamar Anggrek nama ruangannya ya Bu.”
“Iya.” Isan sangt merasa kasihan sama istrinya. Namun dia tidak bisa berbuat banyak. Dia masih ingin berbakti pada ibunya.
“Santri.”
“Ibu.” Jawab Sntri sambil mencium tangan ibu Isan. Santri adalah cewek yang dijodohkan dengan Isan. Namun Isan menolaknya. Padahal Ibu Isan sangat menyukai Santri karena dia kaya, cantik, dan bekerja.
“Mau kemana Ibu?”
“Itu liat cucu ibu, anak Isan lahir.”
“Selamat Bu. Laki -laki atau perempuan Bu?”
“Perempuan, menyusahkan saja besok itu.”
“Ngak lah Bu.”
“Santri mau kemana?”
“Mau melihat teman yang baru lahiran Bu. Teman SMA dulu Bu. Pas waktu dia nikah ngak sempat datang karena masih di luar negeri. Ini mau liat anaknya dulu Bu.” Tampa mereka sadari mereka sama -sama berhenti di kamar Anggrek.
“Ini kamar cucu Bu?”
“Iya. Teman Santri disini juga?”
“Iya, masuk saja kita dulu Bu.” Ajak Santri.
Sesampai di ruangan inap Nada, ibu Isan sangat terkejut melihat ruangan Super VIP yang mereka gunakan.
“Ini pasti mahal. Dari mana Kamu dapat uang bayarnya nanti Isan?” Apa Kamu jual tanah peninggalan ayah Kamu?” Isan, Nada, dan Santri sangat terkejut mendengarkannya.
“Istri Kamu ini menyusahkan saja bisanya. Mending Kamu menikah dengan Santri saja dulu.”
“Bu, sudah cukup Bu. Sudah capek kami mendengar semua kata -kata Ibu. Asal ibu tahu saja, ini semua Nada yang membayar.”
“Darimana pula dia punya uang. Jangan asal ngomong saja Kamu Isan. Jangan membela istri Kamu saja.”
“Bu, sudah cukup. Ibu tidak mengenal siapa menantu Ibu. Dia lebih kaya dari Isan Bu.”
“Iya Bu, Nada teman Santri Bu. Tampilannya saja sederhana Bu, tapi lebih kaya dari Santri Bu. Walau dia tidak bekerja, dia penuls terkenal Bu.” Ibu Isan hanya bisa diam tertunduk, malu, menyesal, mendengarkan semuanya. Rasa penyesalan muncul dalam hatinya. Mengapa dia tidak mengenal menantunya? Kebenciannya karena Isan lebih memilih Nada daripada Santri membuat dia tidak mau mengenal Nada lebih dekat.
“Maafkan Ibu Nak.”
“Ibu harunya minta maaf dengan Nada.” Nada hanya tertunduk mendengar perkataan suaminya. Dengan rasa malu ibu mertuanya menghampirinya. Nada menyambutnya dengan pelukan hangat.
***Tamat
Biodata Penulis
Nama :Emalia Nora
Umur : 29 Tahun
Alamat: Pasaman Barat, Sumatera Barat
Ig: emalianora
0 Comments